Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Syafrizaldy, Menggugah Kita Berprestasi dengan Binaraga

5 Desember 2015   07:16 Diperbarui: 5 Desember 2015   07:51 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto kiri: Syafrizaldy (tengah) dengan balutan bendera merah putih, setelah merebut medali emas di kejuaraan World Bodybuilding & Physique Federation 2015 di Bangkok, Thailand, pada 24-30 November 2015. Foto kanan: Syafrizaldy berbagi spirit untuk meraih prestasi kepada para blogger di fX Sudirman, Jl. Jenderal Sudirman, Pintu Satu Senayan, Jakarta Selatan, pada Kamis (3/12/2015). Foto: dokumentasi syafrizaldy dan isson khairul  

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Dengan biaya sendiri, ia berlatih tanpa henti. “Prestasi yang saya raih, saya persembahkan untuk mengharumkan nama bangsa ini,” ujar Syafrizaldy, setelah merebut medali emas di kejuaraan World Bodybuilding & Physique Federation 2015 di Bangkok, Thailand, pada 24-30 November 2015.

Syafrizaldy adalah sosok yang menggugah. Meski sudah meraih sederet prestasi, ia tetap rendah hati. Atlet binaraga ini baru saja menjuarai Kelas Master di Kejuaraan Dunia Binaraga versi WBPF 2015 di Bangkok, Thailand, pada 24-30 November 2015. Ini kejuaraan World Bodybuilding & Physique Federation (WBPF) yang ke-7. Ia merebut medali emas pada final, yang berlangsung Sabtu (28/11/2015). Di usianya yang sudah memasuki 50 tahun, Syafrizaldy bukan hanya menyabet medali emas, tapi juga meraih medali perunggu untuk kelas 75 kilogram. Berkat prestasinya, bendera merah putih berkibar dan lagu Indonesia Raya berkumandang di hadapan publik dunia.

Inisiatif Sendiri dengan Biaya Sendiri

Sebagai atlet binaraga, Syafrizaldy sudah malang-melintang di berbagai ajang kejuaraan binaraga internasional. Sederet prestasi yang sudah diraihnya, sungguh mengagumkan. Kita tentu bangga pada apa yang sudah ia capai. Bukan hanya pada prestasinya, tapi terutama pada perjuangannya untuk terus berprestasi. Awalnya, tahun 1986, ia menekuni olahraga tinju di kelas bulu. Tapi kemudian, ia berganti haluan dengan giat berlatih binaraga sambil berdagang, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Tekadnya yang kuat, akhirnya mengantarkannya menjadi juara nasional binaraga pada tahun 1989, yang rekornya belum tergantikan hingga kini. Ia lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 10 Juni 1965. “Dengan segala keterbatasan, saya terus berlatih, agar terus berprestasi. Saya latihan dengan inisiatif sendiri, dengan biaya sendiri. Prestasi yang saya raih, saya persembahkan untuk mengharumkan nama bangsa ini,” ujar Syafrizaldy di hadapan sekitar 25 blogger, di sebuah resto di fX Sudirman, Jl. Jenderal Sudirman, Pintu Satu Senayan, Jakarta Selatan, pada Kamis (3/12/2015).

Syafrizaldy menyadari bahwa cabang binaraga bukanlah cabang olahraga yang populer di tanah air, meski cukup banyak warga yang melakoni cabang ini. Karena itu, tiap kali kembali ke tanah air, setelah meraih medali di negara lain, setelah bendera merah putih berkibar dan lagu Indonesia Raya berkumandang berkat prestasinya, yang menyambutnya di bandara hanyalah porter. ”Tapi, itu tidak menyurutkan semangat saya untuk terus berprestasi, untuk mengharumkan nama bangsa ini,” ungkap Syafrizaldy, dengan nada suara yang datar.

Meski sudah mengharumkan nama bangsa di berbagai kejuaraan binaraga internasional dan pulang tanpa penyambutan, Syafrizaldy optimis bahwa suatu saat kelak, pihak berwenang akan mengapresiasi cabang binaraga ini. ”Mungkin sekarang belum ada yang tergerak hatinya, tapi nanti cabang binaraga akan diperhitungkan, seperti yang sudah terjadi di berbagai negara di dunia,” lanjut Syafrizaldy, yang dengan senang hati melihat banyaknya atlet-atlet muda, yang berpotensi di cabang binaraga.

Dari kiri ke kanan: Syafrizaldy, Hendra Oktafia Fanggi Sain atlet binaraga dari Banten, Kemalsyah Nasution, Dody Syahputra atlet binaraga dari DKI Jakarta, dan dua orang tim official, saat berbincang dengan sekitar 25 blogger, di sebuah resto di fX Sudirman, Jl. Jenderal Sudirman, Pintu Satu Senayan, Jakarta Selatan, pada Kamis (3/12/2015). Foto: isson khairul

Asian Games 2018 Tanpa Binaraga

Setelah meraih medali emas dan perunggu di kejuaraan World Bodybuilding & Physique Federation (WBPF) 2015 di Bangkok, Thailand, pada 24-30 November 2015 lalu, atlet binaraga Syafrizaldy ingin mengharumkan nama bangsa di Asian Games 2018. Kita tahu, Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Asian Games XVIII tersebut, setelah Vietnam mengundurkan diri. Sebelumnya, Indonesia pernah menjadi tuan rumah Asian Games IV tahun 1962, 53 tahun lalu.

Bagi Syafrizaldy, Asian Games bukanlah hal baru. Ia sudah menyumbangkan medali perunggu untuk Indonesia pada Asian Games XV di Doha, Qatar, pada tahun 2006. Tapi, keinginan Syafrizaldy tersebut, tidak mungkin ia wujudkan. Karena, binaraga tidak dipertandingkan dalam Asian Games 2018, yang akan berlangsung di Jakarta dan Palembang, pada Agustus 2018. Syafrizaldy tentu saja kecewa. Ia sangat tidak paham, kenapa cabang binaraga tidak dipertandingkan?

Padahal, peluang Indonesia untuk meraih medali dari cabang binaraga, cukup terbuka. Selain Syafrizaldy, masih ada sederet atlet binaraga yang potensial, yang kita miliki. Antara lain, Adya Novali. Atlet binaraga kelahiran Ketapang, Kalimantan Barat, 7 Juli 1979, tersebut, baru saja tampil sebagai juara di kejuaraan dunia binaraga Arnold Classic di Amerika Serikat, pada 5-8 Maret 2015, lalu. Demikian pula halnya dengan Jeffry Johanis Wuaten, atlet binaraga dari Sulawesi Tengah, yang meraih medali perunggu di kelas 60 kilogram, di kejuaraan World Bodybuilding & Physique Federation (WBPF) 2015 di Bangkok, Thailand, tersebut.

Dengan kata lain, ditiadakannya cabang binaraga di Asian Games 2018, berarti Indonesia telah menutup kesempatan untuk mendapatkan medali. Apa sesungguhnya yang terjadi? Bukankah sebagai tuan rumah, Indonesia seharusnya memaksimalkan peluang untuk mendulang medali? Kemalsyah Nasution, manajer tim nasional binaraga yang mendampingi para atlet ke WBPF 2015 ke Bangkok, menilai, realitas tersebut menunjukkan bahwa lembaga yang menaungi cabang binaraga, belum memahami potensi atlet binaraga yang kita miliki.

Sekitar 25 blogger berbincang akrab dengan (dari kanan ke kiri) Kemalsyah Nasution, Hendra Oktafia Fanggi Sain, dan Syafrizaldy. Kemalsyah Nasution berencana akan menggelar dialog dengan para blogger secara reguler, untuk menyosialisasikan cabang olahraga binaraga, agar lebih memasyarakat. Hal ini diharapkan juga sebagai motivasi bagi atlet binaraga agar lebih berprestasi. Foto: isson khairul

Aspirasi Binaraga dalam Organisasi

Secara organisasi, binaraga berada dalam naungan Pengurus Besar (PB) Persatuan Angkat Besi-Binaraga-Angkat Berat Seluruh Indonesia (PABBSI). Yang menjadi Ketua Umum PB PABBSI saat ini adalah pengusaha Rosan Perkasa Roeslani, yang terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum untuk periode 2015-2020. Pemilihan melalui Musyawarah Nasional (Munas) PB PABBSI, di Hotel Sutan Raja, Jalan Raya Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Minggu (27/9/2015). Ini tentu satu tantangan tersendiri, mengingat tiga cabang olahraga berada dalam satu induk organisasi.

Bukan hal mudah bagi pengurus untuk mensingkronkannya, karena tiap cabang memiliki dinamika yang berbeda satu dengan yang lain. Kemalsyah Nasution merasa bahwa keterwakilan cabang binaraga di PB PABBSI, kurang diakomodir. Akibatnya, aspirasi atlet binaraga tidak mendapat apresiasi yang sepadan dari induk organisasi tersebut. Kemalsyah Nasution mencontohkan, betapa minimnya dukungan untuk mengikuti kejuaraan World Bodybuilding & Physique Federation (WBPF) 2015 di Bangkok, Thailand, pada 24-30 November 2015 lalu.

Sebagai manajer tim nasional binaraga, Kemalsyah Nasution menuturkan, untuk berangkat ke Bangkok, atlet binaraga harus mengeluarkan dana sendiri. Ada 12 atlet binaraga dan empat ofisial yang diberangkatkan. Tiap atlet mengeluarkan, minimal Rp 15 juta. ''Artinya, duta bangsa tersebut harus mengeluarkan dana Rp 240 juta. Ini kan miris. Kami membela negara, namun tak mendapat perhatian,” papar Kemalsyah Nasution.

Di hari menjelang keberangkatan, ada uluran tangan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Teknisnya, atlet dan tim ofisial berangkat ke Bangkok dengan dana talangan, yang kemudian dikoordinasikan dengan Kemenpora, setelah tim kembali ke tanah air. Ini cukup melegakan, hingga atlet bisa fokus pada pertandingan. Kondisi seperti ini seharusnya bisa diantisipasi sejak awal, bila pihak-pihak yang berwenang mengedepankan kepentingan nasional, demi kemajuan olahraga, khususnya cabang binaraga.

Jakarta, 5 Desember 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun