Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lukisan Wayang Karya Pelajar SMP, Bukti Cinta Mereka pada Budaya Indonesia

21 November 2015   11:08 Diperbarui: 21 November 2015   11:16 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari kanan ke kiri: Dwi Woro Retno Mastuti, Dosen Program Studi Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Inge Setiawati, Corporate Secretary BCA, dan tiga pelajar mewakili 200 pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang menghadiri pentas Wayang in Town-Journey in a Thousand Years, di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat, pada Selasa (17/11/2015). Pentas wayang tersebut juga disertai dengan pameran lukisan wayang, karya sejumlah pelajar SMP. Foto: bisnis.com

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Siapa yang pernah ke Paris? Hampir sepertiga dari 200 pelajar SMP yang memenuhi Galeri Indonesia Kaya[1] pada Selasa (17/11/2015), mengacungkan tangan. Mereka memang gandrung dengan atmosfir internasional, tapi juga sepenuh hati mencintai wayang.

Kecintaan mereka tersebut, tercermin pada lukisan wayang, yang mereka kerjakan dengan sepenuh hati. Baik secara perorangan, maupun secara kelompok. Ini mereka lakukan, bukan karena tugas dari sekolah, tapi karena mereka senang melakukannya. Pada Selasa-Rabu (17-18/11/2015), lukisan wayang para pelajar itu dipamerkan di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat. Para pelajar yang hadir, saling mengapresiasi karya rekan-rekan seusia mereka. Proses edukasi seni serta penyemaian benih nilai-nilai budaya bangsa, sudah menampakkan wujud yang sesungguhnya.

Edukasi Seni yang Kreatif

Meski sibuk dengan game dan gadget, para pelajar kita sesungguhnya juga enjoy dengan seni tradisi. Semua terpulang kepada kita, bagaimana mengenalkan serta mengajak para generasi penerus tersebut bersentuhan dengan seni tradisi. Apa yang sudah dilakukan Bakti BCA dari Bank Central Asia, dalam 5 tahun terakhir ini, mungkin bisa menjadi inspirasi kita. Bakti BCA, sebagaimana dituturkan Inge Setiawati, Corporate Secretary BCA, sejak beberapa tahun lalu, mendatangi berbagai sekolah di berbagai kota melalui program Wayang Day on School.

Di tiap sekolah yang didatangi, Bakti BCA mengajak para pelajar nonton wayang bersama. Konsep pentas wayang di sekolah tersebut dikemas secara kreatif. Baik atribut yang digunakan, maupun materi lakon yang dipilih. Seperti yang kita saksikan pada pentas Wayang in Town[2], di Galeri Indonesia Kaya, pada Selasa-Rabu (17-18/11/2015), lalu. Dalang Adi Konthea, melengkapi tim Wayang Goleg-nya dengan tukang gendang, sekaligus dengan pemain drum, lengkap dengan satu set perangkat drum.

Demikian juga dengan tokoh wayang yang dimainkan. Ada arjuna, bima, dan cepot. Tapi, ada juga tokoh wayang bule yang hidungnya mancung serta tokoh wayang noni Belanda, lengkap dengan topi dan rambut pirangnya. Kolaborasi simbol tradisi dan modern inilah yang dikelola secara kreatif, hingga para pelajar merasa menjadi bagian dari pentas wayang tersebut. Mereka enjoy, akrab, dan menyatu dengan apa yang mereka tonton.

“Ini bagian dari upaya Bakti BCA untuk mengenalkan para pelajar dengan wayang. Setelah mengenal, mudah-mudahan mereka tertarik dengan wayang, hingga mereka mencintai wayang, serta turut pula menjadi generasi penerus yang melestarikan wayang secara jangka panjang,” ujar Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Kita tahu, wayang adalah salah satu kekayaan asli bangsa Indonesia dan sudah diakui UNESCO[3] sebagai World Master of Oral and Intangible Heritage of Humanity pada 7 November 2003.

Inge Setiawati, Corporate Secretary BCA, menyerahkan hadiah kepada perwakilan dari SMPK 2 Penabur, Jl. Pembangunan III/I-A, Jakarta Utara, yang memenangkan karya lukis wayang favorit. Lukisannya nampak di pojok kiri atas. Lukisan karya pelajar dari SMP Bakti Mulya, Jl. Lingkar Selatan, Pondok Pinang, Jakarta Selatan, juga meraih hadiah, atas karya seni wayang yang diciptakan secara daun ulang, dari kain perca sisa-sisa penjahit dan daun pisang. Karyanya di bagian kanan dari foto kiri. Foto: isson khairul

Seni Wayang, Seni Edukasi

Wayang sebagai sarana pendidikan, sudah dilakukan para pendahulu kita sejak lama. Dalam konteks kekinian, ada Dhiyandra Natalegawa[4] (24), yang dengan telaten menggunakan wayang sebagai media pendidikan di sekolah bagi anak-anak usia taman kanak-kanak di Pejaten Barat Raya, Jakarta Selatan. Dhiyandra Natalegawa, yang lahir dan tumbuh besar di London, Inggris, memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia tersebut kepada murid-muridnya, dalam bahasa Inggris. Tokoh wayang Arjuna, misalnya, diperkenalkan di depan kelas sebagai tokoh baik dengan teladan positif. Sebagai bagian dari proses edukasi, sama seperti dalam wayang, hidup ini selalu memiliki sisi positif dan sisi negatif.

Dengan kata lain, memahami wayang, sama artinya dengan memaknai kehidupan itu sendiri. Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), meyakini, bahwa wayang mengandung banyak pesan moral, yang bermanfaat bagi penanaman nilai-nilai dalam diri seseorang. Hal itu ia garisbawahi saat berdialog dengan 200 pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang menghadiri pentas Wayang in Town-Journey in a Thousand Years, di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat, pada Selasa (17/11/2015). Atas dasar itulah, Jahja Setiaatmadja memfokuskan aktivitas Bakti BCA, institusi yang menangani Corporate Social Responsibility (CSR) Bank BCA, pada pengenalan wayang kepada para pelajar.

Kenapa pelajar? Karena, pelajar yang kini duduk di Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMTP) dan Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA), praktis lahir dan tumbuh di lingkungan yang jarang, bahkan mungkin tidak pernah bersentuhan dengan wayang[5]. Meski wayang merupakan sarana pendidikan, tapi tim kreatif Bakti BCA tidak ingin menggurui para pelajar dengan wayang. “Yang kami lakukan adalah berupaya mengemas pesan moral yang ada dalam wayang, dengan bahasa serta cara yang mudah diterima dan dipahami para pelajar era kini,” ungkap Inge Setiawati, Corporate Secretary BCA.

Langkah kreatif Bakti BCA ini, tentulah patut kita apresiasi. Karena, Bakti BCA telah melakukan terobosan kreatif dalam hal mengembangkan proses edukasi melalui wayang, dengan cara yang terkonsep dan strategis. Setidaknya, apa yang sudah dilakukan Bakti BCA dalam lima tahun terakhir ini, merupakan jawaban atas kecemasan berbagai kalangan, karena rendahnya minat para pelajar untuk mempelajari seni tradisi. Bakti BCA dengan telaten mengemas proses pengenalan wayang kepada pelajar, tahap demi tahap. Dimulai dengan menonton wayang bersama, mengenal tokoh-tokoh wayang, kemudian memahami pesan moral dari berbagai karakter wayang.

Dwi Woro Retno Mastuti, Dosen Program Studi Jawa, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, menunjukkan buku Wayang Potehi, hasil penelitiannya selama lebih dari 10 tahun. Wayang Potehi sudah nyaris punah, karena tidak ada generasi penerusnya. Foto kanan, Dwi Woro berbagi pengetahuan tentang wayang kepada pelajar SMP di Galeri Indonesia Kaya. Bakti BCA mensponsori penelitian dan penerbitan buku tersebut. Foto: isson khairul

Bersama Mencintai Wayang

Sejauhmana para pelajar tertarik pada wayang? Di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat, pada Selasa (17/11/2015) tersebut, kita bisa menyaksikan sejumlah karya seni berupa lukisan tentang wayang[6]. Semua itu merupakan karya para pelajar. Ada karya perseorangan, ada pula karya kelompok. Dari karya seni pelajar tersebut, kita tahu, mereka sudah mulai paham beberapa karakter tokoh dalam wayang. Ini tentu saja sesuatu yang menggembirakan. Yang lebih menggembirakan lagi, mereka secara bersama-sama menciptakan seni lukis wayang, mewujudkan karya seni secara berkelompok.

Pada karya seni wayang dari SMPK 2 Penabur, misalnya. Lukisan yang penuh warna tersebut diciptakan oleh 6 pelajar dari sekolah tersebut. Mereka yang masih dini itu menunjukkan kepada kita, bahwa mereka telah membangun kebersamaan melalui karya seni. Mereka menyatukan spirit dengan seni. Mereka bertoleransi dengan seni. Dengan kata lain, pesan moral yang dikandung wayang, telah mereka implementasikan dalam keseharian, dalam konteks kebersamaan.

Demikian pula halnya pada karya pelajar dari SMP Bakti Mulya, yang dengan kreatif mendaur ulang kain perca dan daun pisang menjadi karya seni wayang. Inge Setiawati, Corporate Secretary BCA, menuturkan, kesadaran pelajar untuk mendaur-ulang, adalah kesadaran yang sungguh inspiratif. ”Apa yang dilakukan pelajar SMP Bakti Mulya tersebut, mencerminkan bahwa sejak usia belia, mereka sudah memiliki pemahaman yang tinggi akan pentingnya menjaga lingkungan,” ujar Inge Setiawati, dengan berbinar-binar.

Secara keseluruhan, kita bisa melihat, bahwa pengenalan budaya wayang ke sekolah-sekolah yang dilakukan Bakti BCA, ternyata memberi dampak yang cukup luas kepada pelajar. Bukan hanya sebatas mengenal seni, tapi juga telah memotivasi kerjasama antar pelajar, memotivasi tumbuhnya kreativitas di kalangan pelajar, serta membangkitkan kesadaran mereka akan pentingnya menjaga lingkungan.

Jakarta, 21 November 2015

---------------------------

Mengenalkan wayang kepada pelajar, adalah salah satu kerja besar Bakti BCA, dalam konteks melestarikan kekayaan budaya negeri ini, bergerilya ke sekolah-sekolah di berbagai kota di Indonesia.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/wayang-bule-dan-nyanyian-cepot-jadi-ger-geran-di-pentas-wayang-in-town_564bdd53b19273bc04541014

Angklung juga seni tradisi kita yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia, sejak November 2010. Tanggal 16 November adalah Hari Angklung sedunia.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/tradisi-perekat-rasa-kebersamaan-sebagai-bangsa-dalam-pergaulan-dunia_55c6d82f387b61e211c75ff7

--------------------------

[1] Galeri Indonesia Kaya (disingkat GIK) adalah ruang publik yang menjadi wadah pengembangan, penelitian, dokumentasi, dan apresiasi seni-budaya Indonesia. GIK digagas dan dibangun untuk menjadi ruang edutainment budaya berbasis teknologi digital, yang dapat mendekatkan dan menyalurkan kreativitas berekspresi generasi muda dalam lingkup tradisi budaya nusantara. Lokasinya di Grand Indonesia, West Mall Lt. 8, Jl. MH Thamrin No. 1, Jakarta Pusat.

[2] Pentas Wayang in Town-Journey in a Thousand Years tersebut, berlangsung dua hari, Selasa-Rabu (17-18/11/2015). Bakti BCA mengundang 600 pelajar dari 19 Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMTP) dan Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) dari kawasan Jakarta dan Tangerang, Banten, untuk nonton wayang bersama.

[3] Wayang merupakan seni pertunjukan asli Indonesia. Wayang berkembang pesat di pulau Jawa dan Bali. Pada 7 November 2003, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan wayang sebagai pertunjukan bayangan boneka terpopuler asal Indonesia dan badan dunia tersebut mengakui wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur. Seni pertunjukan boneka juga ada di negara lain. Pada 1-8 September 2013, Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi), bekerja sama dengan Yayasan Arsari Djojohadikusumo, menggelar Wayang World Puppet Carnival (WWPC) 2013 di Jakarta. Ajang tersebut merupakan festival wayang internasional, yang diikuti 46 negara dengan 64 penampil.

[4] Dhiyandra Natalegawa lahir di London, 20 November 1991, dengan pendidikan BA History of Art University of Leeds, London, Inggris. Dhiyandra pertama kali berkenalan dengan perkembangan seni modern di Indonesia, ketika magang di sebuah galeri di London. Di galeri itu pula ia berjumpa dengan karya pelukis Heri Dono yang dipamerkan di London. Kala itu usianya baru 18 tahun. Dari karya lukisan Heri Dono pula, Dhiyandra mengenal wayang, yang kemudian menariknya pulang ke Indonesia. Selengkapnya, silakan baca Akar Budaya Dhiyandra Natalegawa, yang dilansir print.kompas.com, pada Minggu Siang | 31 Mei 2015 l 01:03 WIB.

[5] Apalagi, pada tahun 2013, tercatat sekitar 75 jenis wayang yang menjadi kekayaan budaya Indonesia, telah punah. Hanya sekitar 25 jenis wayang yang saat ini masih bertahan dengan jumlah komunitas dan penonton yang memadai. Pada tahun 2013 itu tercatat 15.000 seniman pedalangan yang masih eksis. Jumlah dalang di seluruh Indonesia, tercatat 6.000 orang. Selengkapnya, silakan baca 75 Jenis Wayang Punah, yang dilansir kompas.com, pada Rabu l 21 Agustus 2013 | 09:33 WIB.

[6] Salah satu tempat yang legendaris tentang lukisan wayang adalah Desa Kamasan, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Bali. Di sana ada Taman Gili Kertagosa, nama kompleks bangunan bersejarah yang telah berusia beratus tahun. Di sebelah Kertagosa, ada Bale Kambang yang penuh dengan lukisan wayang. Lukisan wayang tersebut merupakan lukisan tradisional asal Kamasan. Awalnya, lukisan-lukisan tersebut dibuat di atas kain. Kemudian, kolonial Belanda pada tahun 1930 melakukan restorasi, mengganti kain-kain itu dengan lukisan yang dicat langsung di langit-langit. Selengkapnya, silakan baca Wah, Ada Lukisan Wayang di Langit-langit, yang dilansir kompas.com, pada Sabtu l 19 Mei 2012.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun