Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kontra Marketing, Strategi BNN Menggerus Bisnis Narkoba

28 Mei 2015   09:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:31 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_368150" align="aligncenter" width="668" caption="Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Senin (5/1/2015), menangkap 9 pengedar narkoba yang membawa 800 kilogram sabu di Kalideres, Jakarta Barat. Nilai narkoba ini lebih dari Rp 1,6 trilliun dan merupakan penangkapan terbesar di Asia. Sabu yang disita itu, dimasukkan ke dalam 40 karung. Tiap karung berisi 20 bungkus sabu, yang masing-masing beratnya 1 kilogram, dengan kemasan bungkus kopi merk China. Mereka: 4 orang berkebangsaan China, 4 orang berkebangsaan Indonesia, serta 1 orang berkebangsaan Malaysia. Foto: antara "][/caption]

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Narkoba itu bisnis raksasa. BNN mencatat, ada Rp 48 triliun uang berputar di bisnis narkoba di Indonesia per tahun. Perputaran uang ini, setara dengan 40 persen dari total uang narkoba yang berputar di Asia Tenggara (ASEAN). Badan Narkotika Nasional (BNN) terus berjuang menggerus bisnis tersebut dengan strategi kontra marketing.

Kontra Marketing? Iya. Sebagai bisnis, industri narkoba tetap mengacu kepada hukum supply dan demand, yang menjadi prinsip dasar marketing. Permintaan yang terus tumbuh, yang ditandai dengan terus membengkaknya jumlah pecandu narkoba, tentu saja disambut para pengedar narkoba dengan suka-cita. Mereka pastilah meraup laba yang menggiurkan. Salah satu strategi yang diterapkan BNN untuk menghadapinya adalah dengan mengeksekusi kontra marketing.

4 Juta Pengguna, 480 Ribu Pecandu

Saat ini, ada sekitar 4 juta pengguna narkoba di Indonesia. Malah, ada yang menyebutkan, jumlahnya sudah mencapai 4,9 juta hingga 5,8 juta pengguna. Mereka inilah yang sudah mengkonsumsi barang terlarang tersebut. Mereka tersebar di hampir seluruh pelosok tanah air. Tingkat kebutuhan mereka akan narkoba tentu saja bergradasi. Dari jumlah pengguna tersebut, ada 480.000 orang yang sudah masuk kategori pecandu.

Nah, pecandu ini, meski jumlahnya tak sampai 1 juta orang, tapi mereka merupakan pengkonsumsi tetap, dengan dosis yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Di mata para pengedar narkoba, mereka inilah yang disebut pasien, pembeli tetap, dan konsumen permanen. Bersamaan dengan berlalunya waktu, sebagian dari mereka yang berada di posisi pengguna, secara bertahap meningkat menjadi pecandu.

Artinya, pasar tumbuh dan kian meluas. Pengedar tentu saja makin kuat, baik secara struktur bisnis maupun secara finansial. Akses mereka kepada pihak-pihak yang dijadikan pelindung mereka, juga makin kokoh. Hal tersebut tentu saja berkat dukungan finansial. Berdasarkan hasil pemetaan terhadap bisnis narkoba itulah, BNN melakukan salah satu strategi yang disebut kontra marketing, untuk menggerus gurita bisnis narkoba di tanah air.

”Kita intensifkan dari sisi pengguna dan pecandu, untuk menyelamatkan generasi penerus kita yang sudah terjerat narkoba,” ujar Dr. Antar M.T. Sianturi, AK., MBA, Deputi Bidang Pencegahan BNN. Dari pengguna dan pecandu, BNN bisa menelusuri lebih dalam serta lebih detail mekanisme pasar narkoba. Melalui cara ini, BNN memiliki peta yang lebih lengkap, hingga memungkinkan untuk mengeksekusi kontra marketing secara strategis.

[caption id="attachment_368151" align="aligncenter" width="620" caption="Ini para pecandu narkoba di pusat rehabilitasi Shiliping, Tiongkok, pada 18 Juni 2014. Program rehabilitasi ini sesuai dengan arahan United Nations Office on Drugs and Crime yakni para pecandu narkoba direhabilitasi, bukan dipenjarakan. Karena, pecandu adalah korban dari para pengedar narkoba. Tampak sejumlah pecandu narkoba berjongkok, saat mereka menunggu makanan dari petugas pusat rehabilitasi. Foto: Reuters-William Hong"]

1432781340583147558
1432781340583147558
[/caption]

Rehabilitasi Pecandu, Turunkan Permintaan

Gerakan intensif pada sisi pengguna dan pecandu ini, ditandai dengan kebijakan yang ditetapkan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisaris Jenderal Anang Iskandar pada Rabu, 25 Juni 2014. Pada hari itu, Anang Iskandar mengatakan, mulai 15 Agustus 2014, semua pecandu narkoba akan direhabilitasi. Pengedar tetap dipenjarakan. Para pecandu yang melaporkan diri ke BNN dan siap mengikuti program rehabilitasi, dijamin tidak akan dijerat secara pidana.

Tahun 2015 ini, BNN menargetkan merehabilitasi 100 ribu pecandu narkoba. “Jika ada kenalan atau anggota keluarga yang menjadi pecandu narkoba, bawalah ke BNN segera. Kami akan merehabilitasi mereka, sampai pulih. Tanpa dipungut biaya,” ujar Antar M.T. Sianturi, dalam acara Indonesia Darurat Narkoba yang dihadiri 100 blogger lebih di Pulau Dua Restaurant, Jl. Jend. Gatot Subroto, Kompleks Taman Ria Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (26/5/2015). Acara ini juga dihadiri 50 Kompasianer yang dikoordinasikan oleh Thamrin Dahlan.

Dengan merehabilitasi 100 ribu pecandu narkoba, otomatis permintaan akan barang terlarang itu akan berkurang. ”Pada saat yang sama, dengan sejumlah penangkapan serta penyitaan narkoba, volume narkoba yang beredar di pasaran akan turut berkurang. Mengacu kepada hukum supply dan demand, bisnis narkoba secara bertahap akan tergerus,” papar Antar M.T. Sianturi terkait dengan strategi kontra marketing tersebut.

Diperkirakan, harga narkoba akan meningkat di pasaran, dan itu menjadi komponen yang akan menyurutkan migrasinya para pengguna yang masih tahap awal ke tingkat pecandu. Strategi kontra marketing ini, menurut Antar M.T. Sianturi, salah satu kuncinya adalah menurunkan permintaan akan narkoba melalui program rehabilitasi. Dengan turunnya volume permintaan itu, maka dalam kurun waktu tertentu, akan menggerus bisnis narkoba secara signifikan di tanah air.

[caption id="attachment_368152" align="aligncenter" width="630" caption="Panglima TNI Jenderal Moeldoko (kanan) melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman-MoU dan perjanjian kerja sama dengan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Anang Iskandar (kiri) di Aula Gatot Subroto, Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, pada Rabu (13/5/2015). Nota Kesepahaman tersebut akan berlaku selama 5 tahun, mencakup bantuan TNI kepada BNN dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, serta pelaksanaan rehabilitasi pecandu narkoba. Foto: Kadispenum Puspen TNI"]

1432781402548191288
1432781402548191288
[/caption]

Menggandeng Pemda dan TNI

Kepala BNN Anang Iskandar menyadari bahwa Balai Besar Rehabilitasi BNN di Lido, Sukabumi, Jawa Barat, dan pusat rehabilitasi di Baddoka, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, tentu saja sangat minim untuk mencapai target merehabilitasi 100 ribu pecandu narkoba tahun ini. Padahal, tak kurang dari 4 juta pengguna narkoba yang harus direhabilitasi. Selain itu, Presiden Joko Widodo minta agar BNN memperluas pusat rehabilitasi agar target secara keseluruhan tercapai.

”Perlu tindakan ekstra agar masalah ini selesai. Ada efek jera, ada rehabilitasi, dan ini harus cepat," ujar Joko Widodo usai membuka Rakornas BNN di Gedung Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (4/2/2015). Kepala BNN Anang Iskandar langsung bertindak cepat. Pada Rabu (13/5/2015), BNN menandatangani kesepakatan kerjasama dengan TNI. Bukan hanya dalam hal penyediaan tempat untuk pusat rehabilitasi, TNI juga memberikan bantuan personil, sesuai kebutuhan BNN terkait program rehabilitasi tersebut.

"Pada dasarnya, semua kita siapkan dengan baik. Kita memasuki situasi darurat narkoba, maka diperlukan pengerahan TNI/Polri untuk memberikan bantuan sepenuhnya. Kalau tidak, akan ada lost generation," kata Moeldoko usai penandatanganan itu. Demi mencegah terjadinya lost generation tersebut, seluruh elemen bangsa memang sudah sepatutnya bahu-membahu, memberikan kontribusinya demi menyelamatkan generasi penerus negeri ini.

Kerjasama BNN-TNI ini, menurut Kepala BNN Anang Iskandar, merupakan sinergi yang positif untuk upaya pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Ia mencontohkan, penggunaan personel dan fasilitas militer untuk merehabilitasi pengguna narkoba, sudah lebih dahulu dilakukan di Thailand. Kebersamaan BNN-TNI ini sesungguhnya menjadi teladan bagi sejumlah institusi lain di negeri ini bahwa sudah saatnya diperkuat kerjasama antar lembaga, demi membenahi berbagai permasalahan bangsa.

Sebelumnya, pada Kamis (26/6/2014), Kepala BNN Anang Iskandar juga sudah melakukan sejumlah kerjasama dengan Pemerintah Daerah di 16 kota di Indonesia, bertepatan dengan Hari Anti Narkoba Internasional. Pada kesempatan tersebut, BNN meresmikan 16 posko rehabilitasi BNN di 16 kota yang bersangkutan. Kerjasama BNN dengan TNI dan Pemda ini, pada gilirannya tentu akan mempercepat capaian program rehabilitasi yang ditargetkan.

Jakarta, 28 Mei 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun