Mohon tunggu...
Isra Yuwana Tiyartama
Isra Yuwana Tiyartama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Membahas apapun

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika Alien Bertemu Alien, Mbokdhe Tumbaasss!

19 Juni 2022   00:08 Diperbarui: 19 Juni 2022   00:18 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Alien merupakan makhluk yang dikenal oleh manusia sebagai makhluk luar angkasa atau makhluk asing. Alien ini seringkali dianggap aneh oleh manusia pada umumnya karena dilihat secara fisik bentuknya memang aneh walaupun gestur tubuhnya mirip manusia tapi bentuknya berbeda dengan manusia. Makhluk ini masih menjadi misteri, sekaligus menjadi makhluk konspirasi dalam ilmu pengetahuan. Banyak ilmuwan yang pro kontra dengan alien ini.

Tapi dalam hal ini saya tidak akan membahas wujud dan karakter alien itu sendiri. Melainkan saya menyamakan manusia layaknya alien. Manusia mengalami proses alienisasi, mengapa bisa begitu? Ya, karena manusia mengalami proses penjauhan diri terhadap lingkungannya atau realitasnya. Manusia benar-benar jauh dari realitas, manusia tidak mampu mengenali makna dari lingkungannya sendiri.

Lantas, manusia yang seperti apa yang tak mampu mengenali lingkungannya?

Manusia ini tak terkategori oleh apapun, artinya seluruh manusia menjadi alien, menjadi asing di lingkungannya sendiri. 

Lantas apa yang menyebabkan manusia menjadi alien?

Proses kita menjadi alien memang tak terasa sama sekali, sangat halus prosesnya. Mampu menghipnotis semua umat manusia. Baik yang muda maupun yang sudah tua. 

Beginilah rasanya hidup di lingkungan dogmatis. Manusia menjalankan aturan yang sudah ada secara turun temurun tanpa memahami kembali aturan itu secara baik. Misalnya seperti ini, ada sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan dua anaknya. 

Keluarga tersebut terbilang cukup ketat dalam menjalani kehidupan, Maka tak heran dalam keluarga tersebut banyak peraturan yang dibuat oleh sang ayah dan sang ibu. Dalam menjalankan aturan tersebut sang ayah hanya ingin anak-anaknya menuruti dia tanpa menjelaskan makna dari peraturan tersebut sehingga si anak menjadi anak penurut tanpa bertanya soal peraturan yang dibuat oleh sang ayah tadi. Motto ayah selalu bilang "kalau nurut pasti beres, jangan kebanyakan tanya".

Kemudian apa yang dilakukan sang ayah ini direkam oleh anaknya hingga anaknya tumbuh dewasa, lalu anak tersebut melakukan pengulangan atas apa yang ayahnya perlakukan dulu kepadanya yakni memberi peraturan kepada anak-anaknya nanti. Dalam kasus seperti ini akan terjadi pengulangan atau siklus terus menerus. 

Mengapa bisa demikian? Ya karena kondisinya diarahkan pada lingkungan dogmatis bukan lingkungan kritis. Apabila lingkungannya adalah lingkungan kritis, maka setiap generasi pasti mengalami perubahan pola asuh dan mengikuti perkembangan jaman yang ada.

Begitulah kiranya saya menggambarkan sebuah kondisi yang sama persis dengan kondisi saat ini. Semua manusia terperangkap dalam lingkungan dogmatis, aturan turun temurun tanpa mengkaji lagi aturan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun