Siapa yang tak gelisah melihat penggusuran rumah, Pelanggaran HAM. Kasus-kasus bertubi-tubi muncul di permukaan. Penggusuran masyarakat di Rempang, Tanggerang, Papua pengunungan yang menolak makanan gratis, bahkan terjadi se-Indonesia. Inilah introspeksi diri kami bahwa apakah ktisisme hanya tumpah pada ruang sosial media?
 kami dari latar belakang yang berbeda-beda tapi hal demikian bukan berarti suatu halangan untuk tidak saling bertukar pikiran mengenai fenomena yang terjadi di daerah kami dan Negeri Konoha. Dari perbincangan ini memunculkan topik bahwa ternyata dari perbedaan pemikiran dan kultur yang berbeda dapat di persatukan, lalu bagaimana dengan pengusaha? Mereka di pertemukan dengan pengelolaan tambang, pergusuran tempat tinggal, buruh ditindas dan oligarki di sayang oleh aparat pemerintah.
Kami hanya sekedar menyampaikan aspirasi melalui menulis, demonstrasi, seni, dan puisi. Kita mesti merenungkan dan merekonstruksi diri sendiri bahwasanya upaya untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah bukan sekedar narasi dan pemikiran tapi bagaimana paradigma kita dapat mengantarkan pada sesuai dengan Fitra dan di kembalikan pada daya itu.
Apakah kita sama? Lalu apa yang kita tunggu, kapankah pemimpin keluar? Kami menunggu kebangkitan mu tapi tampaknya belum ada tanda-tanda nya. Bangkit kan jiwa yang mati, lalu tampakan dirimu bahwa suatu saat ada sosok pemimpin yang dapat mengejawantahkan nilai-nilai isme nya dan menumpas kezaliman. Ayo kalian para perampok, Porak-porandakan alam semesta ini, jangan tanggung-tanggung.
Kehadiran mu sudah di tunggu-tunggu, tapi ternyata setelah di telisik lebih dalam. Dimensi esoterik kami belum cukup mampu untuk menyingkap mu, ikhtiar dan harapan masyarakat sangat menanti-nantikan kehadiran mu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI