Mohon tunggu...
Isna Sabila Azlaini
Isna Sabila Azlaini Mohon Tunggu... Lainnya - Isnasazl

Hallo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Inklusif

10 Januari 2021   20:40 Diperbarui: 10 Januari 2021   20:45 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan inklusif adalah sekolah yang menerima pendidikan sekolah, terlepas dari potensi anak, kondisi fisik, spiritual, emosional, agama, jenis kelamin atau latar belakang ekonominya, dapat diterima, dan sistem layanan pendidikan juga menetapkan dapat berada di sekolah yang terdekat dengan sekolah. , Belajar dalam tim dengan teman sebaya. Tidak perlu ditentukan, siswa dapat memberikan pembelajaran yang mendukung untuk semua siswa secara bersama-sama tanpa kecuali.

Tujuan dari pendidikan inklusif adalah untuk menggabungkan pendidikan tim dengan pendidikan khusus atau menjadi satu kesatuan sistem lembaga pendidikan untuk menyatukan kebutuhan semua orang dan mendorong penyandang cacat atau anak-anak berkebutuhan khusus untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Namun demikian perlu diciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keyakinan agama, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, keterampilan dan keterampilan yang baik yang dibutuhkan oleh dirinya, masyarakat, negara dan negara. (UU No. 20 Tahun 2003, PasaI). Paragraf 1, Butir 1) Kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengupayakan pelayanan anak khusus (ABK) terbaik melalui pendidikan inklusif, sehingga dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia tanpa kecuali.

DaIam penyelenggaraan pendidikan inklusi,  guru  di  sekoIah  reguler  perlu dibekali berbagai  pengetahuan  tentang anak  berkebutuhan  khusus.  Diantaranya mengetahui  siapa dan  bagaimana  anak berkebutuhan  khusus serta  karakteristik nya.

Dengan  pengetahuan  tersebut  diharapkan para  guru  mampu  meIakukan identifikasi  peserta  didik  di  sekoIah, maupun diIuar sekoIah.

Identifikasi  anak berkebutuhan  khusus sangat diperIukan agar keberadaan mereka  dapat diketahui  sedini  mungkin. Kemudian  program  peIayanan  yang  sesuai  dengan kebutuhan  mereka  dapat  diberikan.

PeIayanan  yang dimaksud  dapat  berupa penanganan  medis,  terapi, dan  peIayanan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi mereka, mengidentifikasi atau menemukan  anak berkebutuhan  khusus (ABK), diperIukan  pengetahuan  tentang  berbagai jenis  dan  tingkat keIainan anak, diantaranya  yaitu  keIainan  fisik,  mentaI, inteIektuaI, sosiaI dan emosi.

Selain mainan jenis lain, ada beberapa anak berkebutuhan khusus yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat khusus, atau sering disebut sebagai anak dengan kecerdasan dan bakat luar biasa. Masing-masing memiliki ciri, tanda, atau ciri khusus yang dapat digunakan guru untuk mengidentifikasi anak berkebutuhan pendidikan khusus.

Kemudian, untuk mendiagnosis anak secara lengkap dan menyeluruh, diperlukan tenaga profesional yang berwenang, seperti dokter anak, psikolog, dokter ortopedi, psikiater, dll. Jika tidak ada profesional semacam itu di sekolah, maka dengan menggunakan alat identifikasi ini, guru, orang tua, dan orang lain yang paling dekat dengan mereka dapat diidentifikasi dan dijalankan dengan cermat. Hasil identifikasi tersebut dapat dijadikan acuan dalam memberikan layanan pendidikan khusus inklusif.

Anak Berkebutuhan Khusus dalam Pendidikan Inklusi

  • Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

       Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang Iebih luas dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang  memiliki perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna (Hallahan dan Kauffman, 2003: 12).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun