Mohon tunggu...
Shinee_na
Shinee_na Mohon Tunggu... -

Shinee_na

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makna Sebuah Ketulusan

25 Februari 2018   08:55 Diperbarui: 25 Februari 2018   09:16 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.pinterest.es/segura_yolanda/condolencias/

Selamat pagi kompasianer di seluruh Indonesia, bertemu lagi dengan shinee_na. kali ini shinee_na ingin berbagi cerita dan pengalaman yang amat mengesankan beberapa waktu lalu. Ok, langsung saja ya.

Pagi itu kabut masih cukup tebal, kaca spion sepeda motorku pun tertupi dengan butiran-butiran embun  yang terasa dingin namun begitu menyejukkan. Ku nyalakan sepeda motorku dan perlahan melaju meninggalkan pondok. Ku susuri jalan berkelok dan menanjak, terlihat deretan rumah warga yang masih tertutup mungkin ini karena masih terlalu pagi untuk memulai aktifitas. Kebun jeruk, persawahan yang hijau serta deretan gunung seakan menyambutku kedatanganku. Perjalanan yang sangat menawan bagiku, pemandangan asri yang sulit untuk ku dapati di perkotaan membuatku menjadi takjub dan bersyukur sekali lagi akan kuasa Tuhan yang tak tertandingi Ini.

Sepeda motorku melaju dengan santainya hingga pada akhirnya berhenti di sebuah gedung yang disebut TK. Terlihat begitu sederhana saat pertama kali aku memandang bangunan yang kelak terbayang akan ramai dengan tawa canda anak-anak usia dini, tak sabar rasanya aku bertemu dengan para malaikat kecil itu. Terdapat sebuah ayunan, seluncuran serta mangkok putar yang masig-masing berjumlah satu buah saja.

Tidak terlihat bagus memang, bagian-bagian yang berkaratpun sudah begitu terlihat. Akan tetapi aku yakin bahwa ini sudah cukup membuat para malaikat kecil untuk merasakan kebahagian nantinya. Namun, ada satu hal yang begitu menarik bagiku, langkah kakipunku tak dapat untuk ku tahan dan kian mendekat saat pandanganku tak sengaja melihat bangunan yang terbuat dari bambu-bambu dengan bunga warna-warni yang bergelantungan begitu indah. Kelas yang sedarhana dengan pembatas pagar bambu  saja kian menyatu dengan alam sekitar. Ini begitu cantik batinku.

Aku masih takjub dengan apa yang ku lihat saat ini, ketika tiba-tiba terdengar suara lembut mengucapkan salam yang seketika membuyarkan lamunanku. Saat pertama kali menoleh terlihat wajah seorang ibu paruh baya dengan senyum sumringah yang senantiasa menghiasi wajah kecilnya. Akupun berjabat tengan, serta berpelukan dengan beliau dan aura keibuan serat ketulusan seorang guru langsung ku rasakan. Entah mengapa aku langsung yakin beliau adalah orang yang benar-benar baik.

Selesai berjabat tangan aku diajak beliau untuk masuk ke ruang kelas dan hal yang luar biasa pun dimulai. Suara beliau yang begitu lirih karena efek dari operasi yang beliau jalani beberapa waktu lalu  terdengar amat menenangkan, sebetulnya akupun tak tega mendengarkan beliau bercerita dengan kondisi seperti ini, akan tetapi beliau dengan tulus ingin menceritakan perjalanan hidupnya. Kalimat-kalimat thoyibah tak henti-hentinya terucap dari bibir beliau. Sungguh beliau membuat hatiku pun ikut bergetar saat mendengarkannya. Beliau menceritakan perjalan hidupnya dari awal sebelum beliau mengajar di TK yang beliau tempati kini.

Puluhan kilo beliau taklukkan semasa muda demi menjadi seorang guru TK yang diimpikannya, hal ini sudah biasa dan tidak sama sekali membebani beliau. Betapa berbaliknya dengan keadaan yang aku dan teman-temanku rasakan saat ini. Jangankan untuk berjalan, naik sepeda kayuh saja kami tak sanggup. Kesederhanaan pun sudah melekat dengan diri beliau sejak awal. Saat aku bertanya kepada beliau tentang suka duka yang beliau rasakan selama menjadi guru TK hingga saat ini beliau menjawab dengan senyum dan semangat bahwa tidak ada dukanya. Bagi beliau menjadi guru TK itu yang ada hanyalah suka, tidak ada dukanya karena melihat anak-anak didik itu bagaikan melihat malaikat kecil yang menawan.

Itulah perumpamaan yang beliau utarakan. Beliaupun dengan terbuka menuturkan cobaan yang datang berkali-kali menimpa beliau mulai dari cobaan tentang  harus kehilangan patner mengajar beliau hingga tentang sekolah beliau yang dihancurkan tanpa sisa oleh oknum yang tak bertanggung jawab. Namun sekali lagi, cobaan yang datang bertubi-tubi menghampiri beliau ini bukanlah suatu cobaan bagi beliau karena beliau menganggap bahwa ini adalah bentuk dari kasih sayang Tuhan yang dicurahkan kepada beliau agar beliau senantiasa  untuk mengingat dan dekat dengan Tuhannya. Jika diluar sana orang berbondong-bondong untuk mengejar sertifikasi guru yang digagas untuk mensejahterkan kehidupan seorang guru maka hal ini tak berlaku beliau.

Beliau tak pernah mempersalahkan keuangan yang ada, sebab beliau dari awal ingin tulus  mengajar anak-anak usia dini yang sudah beliau ibaratkan malaikat kecil tersebut. Sungguh jauh beda dengan guru yang sering ku jumpai dimasa sekarang. Beliau mengajarkan banyak hal padaku tentang makna sesungguhnya dari sebuah ketulusan,kesabaran,keikhlasan serta cinta kasih seorang guru dan seorang ibu.  Kata terakhir yang ingin ku persembahkan pada beliau yaitu semoga beliau diberikan umur yang panjang dan perlindungan Tuhan agar beliau dapat menanamkan kebaikan-kebaikan pada generasi saat ini. Aamiin....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun