Awal Ramadan ini banyak kisah yang membuat hati bertanya-tanya. Soal keadilan Tuhan dan kegigihan iman.
Dimulai dari pertemuan dengan seorang kakak kelas SD menjelang Ramadan. Dia baru saja mengalami ujian dengan meninggalnya putri tercinta.
Bertahun-tahun pasangan ini menghendaki anak perempuan, setelah sebelumnya diberi dua anak cowok. Doa itu terjawab dengan kehamilan ketiga istrinya yang ternyata berupa janin perempuan. Gembira tak terkira dan mereka pun merencanakan umroh sebagai ungkapan rasa syukur.
Batal umrah sebagai protes
Bayi mungil nan cantik pun dilahirkan, kedua orangtua senang bukan kepalang. Sampai Allah menguji mereka dengan diambilnya bayi itu.Â
Anak perempuan yang selama ini digadang-gadang rupanya tak lama dilihat dan dipandang. Takdir berkata lain, Allah menghendakinya kembali.
Sang suami pun protes mengapa tragedi ini bisa menimpanya. Apa maksud Allah? Habis ngasih kok diambil lagi? Belum juga hati puas, kebahagiaan pun terhempas.
Akhirnya rencana umrah pun dibatalkan sebab belum bisa berdamai dengan takdir yang menyakitkan. Ia semacam protes tentang ketidakadilan Tuhan, mengingat banyak pasangan lain yang punya anak cowok dan cewek.
Hidup tak pernah sempurna
Dalam percakapan santai dengan adik dan ibu, saya bilang bahwa hidup memang begitu. Tidak semuanya ideal, apalagi sempurna. Malah kalau boleh jujur, dia yang memprotes itu mestinya sangat beruntung.
Betapa tidak, karena dia toh masih punya anak yang tersisa, dua cowok yang sehat dan menjadi klangenan sehari-hari.
Sementara ada seorang sahabat yang begitu ingin menimang anak dari darah dagingnya sendiri, tapi Allah tak kunjung mengabulkan.Â