Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - editor lepas dan bloger penuh waktu

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Putus Asa pada Usia 25, Sungguh Salah Langkah

19 Mei 2021   14:09 Diperbarui: 19 Mei 2021   14:10 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi renungan saat usia 25 tahun (Dok. pri)

Waktu berusia 25 tahun, saya tengah bekerja di sebuah penerbit buku sekolah di wialayah Jabotabek. Tak ada perasaan istimewa selain bisa bertahan hidup selama itu. Sejak kecil saya sering sakit dan tak berharap bsa meraih hal-hal besar dalam hidup akibat keterbatasan yang diakibatkan masalah kesehatan. Sejak 2000 saya didera infeksi saluran kemih (ISK) yang terlihat enteng tetapi sangat menyiksa. Periksa ke dokter berkali-kali, hanya reda sesaat lalu kambuh begitu obat habis.

Pernah sekali diopname akibat infeksi itu tahun 2005 menjadi pengalaman yang tak mengenakkan. Maka bisa diterima bekerja di penerbit besar tahun 2006 tentulah anugerah yang luar biasa. Tak terbayang soal masa depan selain menjalani apa yang saya kerjakan saat itu. Menekuni dunia editing atau penyuntingan sangat menghibur hingga saya tak berani berfantasi untuk menikah. Mana ada perempuan yang mau dipersunting oleh lelaki ringkih seperti saya? Batin saya kala itu.

Saya boleh dibilang berada dalam kondisi pasrah, mungkin dalam kadar tertentu terbuai dalam fatalisme, sekadar menjalani jalan hidup yang digariskan oleh nasib tanpa bisa saya ubah secara signifikan. Rasanya hidup tak menyenangkan kalau tak ada harapan atau impian untuk digapai. Hidup tanpa ekspektasi sungguh menyayat hati walau diam-diam. Hidup tak bergairah tanpa obsesi dan cita-cita. Tak ada dorongan memiliki materi berlimpah atau hal-hal bendawi yang istimewa.

Maka saya tulis sebuah puisi berikut ini yang merangkum perjalanan seperempat abad mengarungi dunia dengan bermacam pengalaman dan kenangan. Namun yang saya rasakan selama rentang waktu tersebut justru banyak kesalahan dan dosa, sering kali mengkhianati hati nurani atau denyut kebenaran, bahkan cenderung mementingkan diri sendiri. Saya merasa telah melangkah di jalan yang benar, tapi kenyataan rupanya jarang berpihak pada apa yang saya harpkan. Merasa ambigu dengan keimanan palsu dan rasa sakit yang kontinu membuat saya hidup hanya menuju kematian. Masa depan apa yang bisa saya wujudkan? 

Menikah setahun setelahnya

Semua berubah ketika saya mengenal seorang wanita. Teman sekantor yang pernah berkeluarga, tapi berpisah di tengah jalan akibat kekerasan dalam rumah tangga. Penerimaan yang dia tunjukkan membuat saya bersemangat lagi menjalani hidup dengan penuh renjana dan rencana. Rasa klik membuat kami memutuskan untuk menikah. Saya tak pernah membayangkan akan menikah, maka rencana mendapatkan pasangan tak saya sia-siakan. Dia penyintas kanker payudara, sedang saya menderita ISK tak berkesudahan. Kondisi itu membuat kami tak berharap mendapatkan keturunan lantaran terapi obat-obatan pada calon istri jelas memengaruhi kesehatan reproduksinya.

Saat itulah saya baru menyadari mengapa para guru dan ustaz mengajar tentang raja' kepada Allah SWT. Secara harfiah raja' berarti harapan atau pengharapan. Dalam konteks tasawuf pengharapan atas anugerah Allah (hanya berharap kepada Allah) haruslah seimbang dengan khauf atau ketakutan kepada-Nya. Selama ini s aya ternyata salah sebab terlalu banyak dirundung ketakutan yang membuat saya kian terpuruk baik secara fisik maupun mental. 

Pengalaman belasan tahun lalu saat mengajar anak-anak kampung di sekitar perumahan. (Dok. pri)
Pengalaman belasan tahun lalu saat mengajar anak-anak kampung di sekitar perumahan. (Dok. pri)

Menikah di usia 26, kami rupanya mendapatkan amanah berupa momongan. Sungguh hadiah di luar dugaan. Maka kami ingin mengabadikan semangat pengharapan pada nama kedua anak kami yaitu Xi yang terambil dari kata Xiwang dalam bahasa Mandarin yang berarti harapan. Dengan disematkannya nama itu, kami ingin anak-anak terus punya pijar harapan untuk mewujudkan impian sesuai potensi mereka, lebih-lebih seperti Bright English Institute, kursus gratis yang semoga bermanfaat yang kami jalankan pascamenikah. 

Belajar bahasa asing dan networking

Saya mengambil potongan nama dari bahasa Mandarin untuk nama anak-anak kami sebab pernah mengambil kursus bahasa ini karena tuntutan pekerjaan. Waktu itu saya mendapat tugas mendadak untuk mendampingi penerbitan buku pelajaran Mandarin untuk SMA. Maka saya pribadi berinisiatif belajar di sebuah lembaga atas biaya sendiri. Sungguh pengalaman yang sangat menyenangkan sekaligus saya sesali. Sangat senang sebab bertambah ilmu baru sebab saya suka belajar bahasa asing. Saya menyesal karena kursus itu terhenti pada satu program dan tidak saya tindak lanjuti. Itu membuat penyesalan mendalam hingga kini sebab banyak peluang yang membutuhkan penguasaan bahasa Mandarin. 

Syukurlah kenalan saat bekerja dulu, baik rekan sekantor yang kini pusa usaha sendiri atau teman lain di circle tersendiri, masih menawarkan pekerjaan dengan kemampuan atau pengalaman saya dalam penyuntingan dan kini penulisan. Jika boleh berpesan pada anak-anak muda yang kini berusia 25 tahun atau menjelang usia produktif ini, saya ingin mengatakan:

  • Jangan hentikan semangat untuk belajar hal-hal baru, misalnya bahasa asing atau digital marketing untuk konteks masa kini. Hal-hal berat yang menantang saat ini akan menjadi bekal manis untuk memetik panen 10-20 tahun mendatang.
  • Jangan menyerah atas keterbatasan yang selama ini membelenggumu. Tak ada manusia yang terlepas dari kesulitan, maka jangan merutuk atas keterbatasan atau kekurangan yang tampak mengekang menuju kemajuan. Benahi niat dan segarkan pikiran, bangun mentalitas bahwa siapa pun bisa maju dan berkembang!
  • Jangan ragu menjalin hubungan baik dengan siapa pun. Bangun silaturahmi menggunakan kemampuan dan bakat diri. Jika memungkinkan, sempatkan terlibat dalam kegiatan sosial atau proyek amal untuk menambah pengalaman berorganisasi dan mengasah empati. Percayalah, it works!  
  • Dekatkan diri pada Tuhan, bangun kekuatan spiritual untuk meraih kepercayaan diri selain dengan meraih keridaan orangtua jika mereka masih ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun