"Dengar ya! Gue tuh kenal deket ama Indra, ngerti!Indra tuh bukannya ga tahu diperhatiin ama elo! Orang dia sendiri yang nanyain tentang lo ke gue. Dia tahu lo sekelas ama gue!"
Indra tahu? Laki-laki keren itu tahu dia sering diam-diam mencuri pandang padanya? 'Ya ampun memalukan' batinnya mengejek diri sendiri.
"Tapi dia ilfil sih liat penampilan lo!"
Deg
Kedua kalinya jantungnya berdebar kencang. Tentu saja jika dia berdiri disamping Indra dengan penampilannya saat ini, bukankah tak sebanding dengan seorang cowok yang terlihat selalu keren dan dia cupu.
Hatinya sedikit ngilu. Apa penampilan memang perlu dan penting? Bukankah dengan ketulusan itu sudah lebih dari cukup?
Ia meremas bolpoin ditangan. Sedang tangan kirinya meremas ujung rok. Bodoh amat dia tidak akan peduli lagi tentang perasaan. Salah satu gadis dengan kepintaran terbaik di sekolah ini ingin memiliki seseorang yang sanggup menerima apa adanya dirinya. Bukan malah mengomentari penampilannya.
Sampai satu suara yang Lusi bisikkan mulai menggoda bagian relung hati yang masih sedikit mengharapkan sang pangeran hati.
Lusi merangkul bahunya, "Indra bakal mau jadi pacar elo kalo lo juga sanggup mengubah penampilan lo." Kalimat final yang kemudian membuai gadis tinggi semampai itu untuk tergoda sekaligus membuatnya selangkah lebih dekat menuju kehancuran masa depannya.
****
"Halo! Lo kapan pulang sih, Nda? Gue takut nih sendirian. Mana mati lampu lagi." Adera memakan mie instan sebagai camilan tengah malam. Menjepit benda pipih berbunyi itu diantara telinga dan bahunya. Satu tangan memilah dokumen yang akan ia bawa besok.