Mohon tunggu...
ismawati
ismawati Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - ismawai

bismillah semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keberadaan Hukum Adat dalam Sistem Hukum Indonesia

16 Oktober 2021   18:03 Diperbarui: 16 Oktober 2021   18:07 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Diindonesia merupakan negara yang menganut perbedaan dalam bidang hukumnya, ada tiga hukum yang diakui dan berlaku yaitu hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Setiap wilayah di Indonesia mempunyai tata hukum adatnya masing-masing untuk mengatur kehidupan bermasyarakat yang beraneka ragam yang sebagian besar hukum adatnya tersebut tidak dalam bentuk aturan yang tertulis.namun, sejak van Vollenhoven mempopulerkan  dalam bukunya Het Adatrecht van Nederland-Indie, istilah ini dikenal luas di kalangan akademisi

Kemudian hukum adat tersebut berkembang mengikuti perkembangan masyarakat dan tradisi rakyat yang ada. Menurut Van Vollenhoven, hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan. Namun juga dapat disimpulkan hukum adat adalah suatu norma atau peraturan tidak tertulis yang dibuat untuk mengatur tingkah laku masyarakat dan memiliki sanksi.

 Masyarakat hukum adat terbentuk oleh dua faktor utama yaitu: geneologis dan territorial Masyarakat hukum adat yang berdasarkan geneologis dikelompokkan menjadi 3 yakni Patrilineal, Matrilineal, dan Parental. Patrilineal merupakan masyarakat hukum adatnya mengikuti garis/keturunan kepada Ayah (laki-laki), Matrilineal kebalikan dari Patrilineal. Yang terkahir Parental, masyarakat hukum adat yang bersifat Parental memiliki sistem kekerabatan yang anggota-anggotanya menarik/mengikuti garis keturunan Ayah maupun Ibu.

Secara faktual setiap provinsi di Indonesia memiliki kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dengan karakteristiknya masing-masing yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu.

 Merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimana menyebutkan"Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang" yang berarti bahwa negara mengakui keberadaan hukum adat serta konstitusional haknya dalam system hukum Indonesia. Dalam tafsiran terhadap Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 ketentuan tersebut menurut Jimly Asshiddiqie menyatakan perlu diperhatikan bahwa pengakuan ini diberikan oleh negara (i) kepada eksistensi suatu masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional yang dimilikinya; (ii) Eksistensi yang diakui adalah eksistensi kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat;Disamping itu juga diatur dalam Pasal 3 UUPA "Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi".

Polemik yang sering timbul dalam hal pengakuan hak ulayat atau kepemilikan hak atas tanah. Hak ulayat yaitu hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat yang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan diakui oleh negara dimana dalam teorinya hak ulayat dapat mengembang dan mengempis sama halnya dengan hak-hak perorangan dan ini  yang merupakan sifat istimewa hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat, "semakin kuat kedudukan hak ulayat maka hak milik atas tanah itu semakin mengempisbegitupun sebaliknya". Dengan telah diakuinya hak-hak kesatuan masyarakat hukum adat tetapi mengapa masih banyak permasalahan itu terjadi di daerah-daerah Indonesia. Banyak penggunaan tanah ulayat yang berakhir sengketa karena tidak sesuai dengan seharusnya.

hal itu timbul karena para investor seharusnya berurusan langsung dengan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat untuk melaksanakan suatu perjanjian. Tetapi kenyataannya malah investor tersebut mendapatkan tanahnya melalui pemerintah yang mengakibatkan masyarakat adat selaku pemilik protes mengapa melakukan kegiatan investor ditanah mereka. Timbul juga sebuah kerugian sebagai efek samping dari terjadinya sengketa karena tanah tersebut dalam status quo sehingga tidak dapat digunakan secara optimal dan terjadilah penurunan kualitas sda yang bisa merugikan banyak pihak.

Negara dimana sebagai pemberi sebuah jaminan kepastian hukum adat terhadap masyarakat hukum adat dengan di berlakukannya UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA) diharapkan dapat mengurangi terjadinya sengketa dan memberikan keadilan untuk masyarakat adat. Karena dalam pasal 3 UUPA menyebutkan bahwa hukum tanah nasional bersumber pada hukum adat seharusnya secara otomatis hak-hak ulayat tersebut diakui tetapi dalam prakteknya tidak

konsep kedepannya diharapkan untuk adanya jaminan kepastian hukum tentang pengelolaan hak ulayat masyarakat hukum adat. Dimana haruslah dibuat secara lebih mendalam atau  rinci peraturan perundang-undangannya baik itu bisa dalam Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah yang jelas dibawah undang-undang, apakah bisa dibuat dalam bentuk tertulis dalam hal hak atas tanah atau untuk pelaksanaannya. Supaya ada kejelasan hak milik dari pada masyarakat hukum adat itu kedepannya karena selama hukum adat ini memang dikenal dalam UUPA dan juga diatur dalam UUD 1945 tapi sejauh mana keberadaan hukum adat itu bisa menganulir hukum positif tidak ada kejelasannya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun