Mohon tunggu...
ISMANITA
ISMANITA Mohon Tunggu... Guru - Guru

Rajin pangkal pandai

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menyongsong Badai Part 2

21 Maret 2021   21:26 Diperbarui: 22 Maret 2021   09:19 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ibu Sakit

Setiap pagi saya berusaha membersihkan rumah. Karena kalau kerja yang lain kadang tidak sempat membereskannya. Saya melihat ibu tidak bersemangat wajah ibu pucat " kalau badan ibu tidak enak tidak usah kerja hari ini, biar saya yang pergi sendiri". Adik adik kalau mau bareng sama kakak, cepat dikit ya, nanti terlambat Lo.

Kami pun berangkat bertiga, dalam perjalanan kami selalu bercerita, adik adik yang lucu, jangan nakal ya di sekolah, jangan buat ibu sedih. "Tadi Nana lihat ibu nangis kak". Nana tahu ibu kenapa. Nana menggeleng kan kepala nya. Mungkin kita nakal ya karena itu ibu sedih. Maka nya jangan nakal buat ibu selalu tersenyum. Ya kak (serentak menjawab).

Tak terasa kami sudah sampai di sekolah Nana dan Cyndi. Mereka pamitan dan bersalaman mohon izin masuk kekelas. Tak lepas rasanya mata ini melihat mereka berlarian menuju ke kelas masing masing. Terbayang ketika saat saya seumuran mereka. Kelas saya paling ujung ketika itu saya sering latihan menari bersama ibu guru. Guru guru saat di SD dulu sangat perhatian pada saya karena saya termasuk siswa aktif dan selalu mengikuti kegiatan di sekolah dengan semangat.

Langkah kaki ku terhenti di sebuah ladang bawang milik pak lurah. Disini lah ibu selalu bekerja setiap hari. Pak lurah Sangat baik pada keluarga saya, sebab ibu tidak pernah menganggur. Setiap hari ada saja pekerjaan yang beliau berikan, asalkan ibu kuat maka beliau selalu fasilitas kan pekerjaan pada ibu.

" Len, ibu mu mana? Beliau kurang enak badan Pak. Oh, apa hari ini kamu yang gantikan ibu? Ya pak!. Saya tidak berani menantang pandangan Pak lurah. Karena terlihat dua orang yang ada di sekitar kami memperhatikan saya. Saya jadi salah tingkah karena baru pertama kali saya pergi sendiri tanpa ibu. Perasaan tak enak dan berkecamuk di benak ini.

"Kenapa tidak melanjutkan sekolah nya Len?". Pertanyaan itu sering hinggap di telinga, namun saya hanya bisa diam. Karena tak akan gaming sedikit pun. " Ya sudah kamu lanjutkan saja pekerjaan nya ya, nanti kalau sudah selesai kamu temui ibu ya?. Ya Pak. Pak lurah pun meninggalkan saya yang sudah mulai bekerja.

Sambil bekerja pikiran saya kacau. Namun berusaha untuk menghilangkan semua perasaan perasaan itu. Dengan Sabar dan teliti saya membersihkan kalangan demi kalangan tanaman ini. Akhirnya terdengar suara azan menandakan untuk beristirahat. Kalau lah tinggal di dusun maka ini lah pekerjaan yang dapat di lakukan. Sambil mengangguk sendiri saya dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang tak lain adalah teman ibu yang biasa bekerja bersama.

" Mana ibu Len? Sakit Nang, panggilan saya karena beliau biasa di panggil Unang. Sakit apa? Kecapean kali Nang, karena kemarin beliau terlalu paksa kan diri menyelesaikan pekerjaan nya. Jangan terlalu di porsil kerja nya, nanti sakit kan kita juga yang susah. Iya Nang. Saya juga bilang begitu pada ibu. Tapi apa di kata ibu orang nya tidak mau diam. " Ya gimana lagi Len begitu lah kalau kita sendiri, apa bedanya dengan Unang.

Percakapan kami pun berhenti, waktu nya kami pulang. Saya memilih pulang sendiri karena merasa enggan untuk banyak bicara dengan teman teman ibu. Kaki ini terus melangkah sambil berfikir dalam perjalanan terlintas di benak untuk tidak melanjutkan sekolah. Karena kalau Sudak nganggur tidak ada motivasi lagi. Apalagi melihat kondisi ibu yang sudah mulai tua dan sakit-sakitan.

Sekolah adik adik sudah lenggang, semuanya sudah pada pulang, perjalanan masih jauh karena jarak rumah dengan sekolah lumayan jauh juga. Dalam perjalanan pulang sebuah sepeda motor berhenti di dekat saya. Len kamu tidak sekolah. Ah pertanyaan itu selalu mampir di telinga ini, rasa nya ingin berteriak sekuat kuatnya tapi saya terperanjat, oh Desi bikin terkejut saja. " Melamun ya" oh cuma tadi sedang berfikir,  adik adik saya sudah pulang ya, jadi sendirian deh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun