Maaf, aku mematikan panggilan suara darimu tanpa pamit.
Aku benar benar sudah tidak kuat mendengarnya.
Tadi kau menelfonku saat aku sedang keluar mencari makan untuk adekku yang sedang sakit.
Setelah kutau, aku langsung membalas panggilan itu dengan pesan teks.
Kuberi kabar bahwa "adek sedang sakit"
Kau menelfonku lagi, kau nampak khawatir, kau kira aku yang sakit.
Setelah kita membicarakan hal hal sederhana, aku mulai menanyakan perihal snap wa wanita itu yang lagi lagi menyangkut dirimu.
Dia bercerita bahwa kalian usai telfonan lama, tengah malam.
Pantas saja kemarin sama sekali kau tak memberiku kabar.
Bahkan pesan teks ku saja hanya kau baca.
Kau menggodaku, kau bilang "cemburu ciee"
Lalu kujawab dengan seolah olah aku serius "ngga gitu, aku nanya ini". Lalu kau mengakuinya.
Aku tertawa mendengar jawabanmu.
Sungguh, tawa itu adalah tawa terdusta yang pernah kulakukan.
Tawaku keluar bersama tetes airmataku.
Ternyata aku secengeng itu.
Hari ini di jam kerja mu, disaat aku kembali mendengar suaramu, dengan sengaja kau memanggil wanita itu.
Kau yang rupanya sedang makan, menawarkan makananmu padanya dan mau menyuapinya.
Aku diam. Lalu mendengarkan kalian tertawa begitu bahagianya.
Aku juga bahagia, karena kau bisa tertawa selepas itu disana, walaupun itu tidak bersamaku.
Aku bahagia, harus bahagia.
Karena kau bahagia disana.
Bukankan kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika kita tau bahwa orang yang kita cintai sedang bahagia?
Terima kasih, sudah membuatku bahagia malam ini :)