Mohon tunggu...
Indra Sastrawat
Indra Sastrawat Mohon Tunggu... Administrasi - Wija to Luwu

Alumni Fakultas Ekonomi & Bisnis - UNHAS. Accountant - Financial Planner - Writer - Blogger

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Negeri Tanpa Klakson

7 Agustus 2015   14:47 Diperbarui: 7 Agustus 2015   14:47 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Saya pernah membaca sebuah artikel tentang kehidupan yang tenang disebuah negara Scandinavia bernama Denmark. Di negerinya Marten Frost Hansen, pebulutangkis yang sering membuat Icuk Sugiarto ketar ketir dikenal dengan kehidupan yang damai, lalu lintas tidak macet dan nyaris tidak terdengar bunyi klakson. Dan saya tidak pernah membayangkan hal ini terjadi di negeri kita. Bukan hanya di Denmark, di Jepang membunyikan klakson adalah sesuatu yang tabu.

72 jam lebih saya berada di kota minyak, Balikpapan. Sekilas tidak ada yang berbeda kecuali kemarin harga bakso jalanan mahal selangit, untuk satu porsi harus ditebus Rp. 25.000. Sebagai kota dengan banyak perusahaan tambang berdiri kekar, Balikpapan adalah kota yang mahal sekaligus magnet untuk berburu kepingan rupiah. Selain harga makan yang bikin deg-degan, di kota ini masyarakatnya sangat pelit membunyikan klakson.

Kalau kota ini mendapatkan Wahana Tata Nugraha itu wajar, walau lalu lintas terbilang ramai, keteraturan masih tetap terjaga. Hampir mustahil melihat tumpukan mobil dan motor salang berdesakan didepan lampu lalu lintas seperti yang setiap hari saya jumpai di kota Makassar. Memang terasa ganjil sebuah kota yang mendengungkan atribut kota dunia justru kelihatan kumuh dan amburadul, Makassar mesti belajar dari Balikpapan. Dibanyak tempat sangat mudah menemukan pohon-pohon dan bunga-bunga cantik yang mempesona bertebaran dipinggir jalan. Padahal sepertiga orang Balikpapan adalah pemukim Bugis Makassar yang setidaknya pernah hidup, tinggal atau menumpang di kota Makassar. Lalu mengapa mereka berubah “barbar” jika berada di kota Makassar?

Saya ingat dengan sebuah studi yang dilakukan sekelompok pakar intelektual di sebuah universitas di USA yang melakukan survey. Namanya survenya Islamic Index yaitu mengukur sejauh mana sebuah negara didunia menjalankan tradisi islam yang luhur mulai dari tata karma, kesantunan, budi pekerti, akhlak Nabi dll. Hasilnya mencengangkan, Indonesia yang notebene sebagai negara islam terbesar di dunia terlempar di posisi 107, Negara Irlandia dan negara-negara di skandinavia berada pada urutan satu sampai lima. Survei membuktikan bahwa ajaran agama ternyata tidak mampu mendisiplinkan sebagian besar pengikutnya. Maka pantas saja disebagian kota besar, kedisiplinan merupakan barang langka.

Mengubah mindet warga harus dimulai dari prilaku pejabatnya, keadaan kota mencerminkan keadaan pejabatnya, Makassar yang penuh ruko dengan tata kota yang membingungkan menggambarkan prilaku pejabat yang hedonis. Yang terpikirkan bagaimana bisa sebanyak-banyaknya memberi izin pembangunan ruko, membangun mall yang kemudian sebagian dibeli oleh pejabat untuk dijadikan bisnis dan lain-lain. Padahal ruko dan mal tersebut menyumbang kemacetan (polusi udara) dan suara klakson (polusi suara).

Menghadirkan suasana Balikpapan ke dalam kota Makassar bukan hal mustahil walau itu bukan hal mudah. Mengubah karakter masyarakat terlaebih dahulu mengubah watak pejabatnya. Maukah mereka berubah!

Suara klakson yang bertaluh-taluh menyumbang polusi suara yang berakibat pada kesehatan. Ada beberapa dampak dari suara klakson seperti diungkap peneliti Hugh W Davies bahwa suara klakson, sirine, atau kereta yang mengerem bisa memicu respon fight or flight dalam tubuh anda. Bahkan, orang yang tinggal di perkotaan dengan suasana seperti itu 49 persen lebih berisiko terkena jantung koroner. Ada studi lain yang menemukan bahwa suara bising lalu lintas dan sirine mobil bisa menyebabkan lonjakan denyut jantung dan membuat penduduk di kota besar tidak bisa tidur nyenyak. (www.Jpnn.com-19 Maret 2013).

Selain itu efek dari bisingnya suara klakson bagi kesehatan adalah sakit kepala, menurunkan kemampuan mendengar, meningkatkan stress, menurunnya daya konsentrasi, menaikan emosi dan rasa marah. Kalau yang terakhir ini ada korelasi yang menjadikan orang Makassar lebih tempramen dan bermental sumbu pendek, gampang meledak. Orang Makasssar bilang pa’bambangan nah tolo.

Melihat Balikpapan seperti memandang Indonesia masa depan, sebenarnya kita bisa maju, tertib dan beretika seperti bangsa Denmark, Jepang, Taiwan dll. Beberapa tahun kedepannya bukan sekedar mimpi melihat kota di Indonesia bisa teratur dan pengendara saling menghargai di jalanan, suara klakson dianggap sebagai sesuatu yang tabu, dan perlahan kenyamanan itu hadir dan itu bukan sekedar propaganda kosong tapi mimpi menjadi nyata. Balikpapan adalah prototype orang Indonesia masa depan. Di Balikpapan saya menemukan sebuah negeri tanpa klakson.

 

Salam

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun