Mohon tunggu...
Islah oodi
Islah oodi Mohon Tunggu... Penulis - Wong Ndeso

Penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita Pembeli Surga

19 Februari 2021   17:43 Diperbarui: 19 Februari 2021   17:51 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay


"Satu cangkir kopi jangan manis-manis, Kang," ucapku pada salah satu santri yang menjaga kantin pondok pesantren yang diasuh Kyai Brahim. Di luar kantin terlihat ratusan santri berlalu-lalang habis pulang ngaji. Ada lebih seribu santri di pondok Nurul Huda ini, baik putra ataupun putri. Salah satu santri yang masih berumur sekitar tujuh tahunan masuk ke kantin membeli jajanan. Melihat perawakan yang tak terlalu gemuk dan tak terlalu kurus, mengingatkanku pada masa kecil dulu. Ya, masa dulu hidup di kampung memiliki seorang tetangga yang ... Entahlah.

***

"Tolong ..., pergi kamu ..., jangan ganggu ..., dasar setan!" Jeritan tak jelas dari seorang wanita kembali terdengar memekakkan telinga kala tengah malam tiba. Keluargaku sebagai tetangga yang paling dekat tak habis pikir sebenarnya apa atau siapa yang membuat Mbok Ramijah, janda tua kaya raya itu berteriak-teriak tak jelas juntrungnya.

Pernah bapak menengok Mbok Ramijah yang sedang berteriak-teriak ketakutan seperti melihat setan. Tapi apa? Ternyata tak ada siapa-siapa, kecuali hanya Mbok Ramijah yang sedang menjerit sendiri dengan bayangannya. Semenjak awal  saat Mbok Ramijah ditinggal mati suaminya sampai sekitar enam bulanan ia seperti kehilangan akal waras dan depresi berat. Tak hanya itu, ia juga tidak memiliki keturunan, sehingga mungkin Mbok Ramijah tidak bisa menerima kenyataan yang ada, saat suaminya sebagai keluarga satu-satunya harus kembali pada Yang Maha Esa.

Kehidupan Mbok Ramijah yang tertutup, jarang bertegur sapa dengan penduduk dan yang lebih membuatnya seperti asing sebab dirinya sendiri yang seakan membuat sekat dengan warga lainnya pun dengan keluargaku sebagai tetangga. Kesibukan Mbok Ramijah dulu, saat suaminya, Mbah Daryo masih hidup, sehari-hari hanya membantu mengurusi berhektar-hektar lahan perkebunan mangga. Semenjak menjanda Mbok Ramijah jarang keluar rumah. Paling hanya sesekali terlihat membersihkan sekitar perkebunan mangga.

Almarhum Mbah Daryo di samping terkenal kaya raya juragan buah mangga, juga terkenal pelit soal harta. Saat panen mangga keluargaku sebagai tetangga pun boro-boro ikut merasakan buah mangga. Palingan aku yang dulu masih kecil mencari mangga jatuh di bawah sekitar pohon yang kadang menemukan mangga kalau tidak busuk, ya bekas dimakan kelelawar. Itu pun kalo Mbah Daryo tak tahu, kalau ketahuan sudah pasti aku dan teman-teman dimarahi habis-habisan, dikira mencuri mangganya. Semua mangga yang tumbuh berhektar-hektar oleh almarhum dijual pada pengulak yang langsung didatangkan dari kota. Hingga banyak para warga menyebut keluarga Mbok Ramijah dengan sebutan si pelit sundul langit. Soal harta secuil pun tak boleh pindah ke lain orang, kecuali diganti dengan rupa uang.

Menginjak satu tahunan lebih, kini Mbok Ramijah tak lagi berteriak-teriak tak jelas. Beliau berubah lebih banyak terdiam dan jarang sekali batang hidungnya kelihatan. Mungkin jika dihitung berapa kali Mbok Ramijah mau bertegur sapa? Jawabannya, satu kali. Itu pun pada saat hari raya. Orang-orang sudah tak heran dengan keanehan Mbok Ramijah. Satu dugaan warga yang paling kuat mengapa Mbok Ramijah dulu sering berteriak-teriak setelah kematian suaminya, karena kabar-kabarnya memang kekayaan harta Mbok Ramijah itu didapat dengan cara yang tidak benar. Kekayaannya ditempuh dengan jalan pesugihan. Oleh sebab itu ia sering berteriak-teriak akibat kualat dengan perilaku yang mereka perbuat. Tapi dugaan warga pun hanya perkiraan belaka yang tak ada satu pun warga yang mampu membuktikan, bahwa Mbok Ramijah pesugihan. Karena soal benar tidaknya hanya Mbok Ramijah dan Tuhan yang tahu.

Di antara warga hanya keluargaku yang paling peduli pada keadaan Mbok Ramijah. Tapi kepedulian keluargaku tak bertahan lama. Sebabnya memang saat orang tuaku sering menyambangi Mbok Ramijah waktu beliau teriak-teriak, keluargaku malah diusir olehnya. Dan perlakuan itu tak hanya satu kali atau dua kali, tapi telah berkali-kali. Mulai saat itulah keluargaku lepas tangan dengan keadaan Mbok Ramijah. Diajak berobat pun tak mau, didatangkan orang pintar malah semakin mengamuk tak jelas, melempar, mencakar, membanting apapun pun yang ada di sekitar. Benar-benar seperti orang yang kesurupan atau lebih tepatnya gila.
***
Musim mangga telah tiba. Kebun berhektar-hektar pohon mangga Mbok Ramijah pun kini mulai berbuah. Aku dan beberapa teman tak bisa menahan godaan mangga yang melambai-lambai seperti ingin dipetik. Seperti biasa aku dan teman-teman cuma mencari mangga yang jatuh. Belum juga dapat mangga matang jatuh yang utuh, dari jauh terlihat sosok wanita membawa bambu panjang. Dari cara berjalannya sudah pasti itu Mbok Ramijah. Otomatis aku dan teman-teman lalu lari berhamburan menyelamatkan diri.

Beberapa kali bapak selalu melarang aku mencari mangga yang jatuh. Katanya, "kalau pengin mangga nanti saja kalau bapak udah punya uang, langsung  beli ke Mbok Ramijah." Mungkin bapak tak enak berurusan dengan janda tua kaya raya itu, di samping beliau tetangga, juga bapak merasa kasihan dengannya yang kini hidup sebatang kara.

Namanya anak kecil. Apalagi dulu mangga seperti buah yang begitu nikmat, sebab memang aku jarang makan buah mangga, kecuali lagi musimnya saja. Paling di rumah kadang ada pisang matang, itu pun hanya dapat bagian betiti[1], kalau pisang yang besar-besar sudah pasti bapak jual.

"Han, ayo cari buah mangga," usul salah satu temanku saat kami kecapaian baru selesai bermain petak umpet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun