Menginjak dua mingguan aku merasakan ada sesuatu yang berubah darinya. Tak ada tawa indahnya, hanya kadang kala ia tersenyum, namun senyumannya pun hambar terasa. Lebih aneh lagi, saat aku dengannya bercinta, pada puncak-puncaknya kadang bau anyir dan bacin seperti keluar dari tubuhnya. Walaupun aku tak memedulikannya dan tetap bernafsu untuk bercinta.
Kini Suhesti lebih sering melamun duduk di depan gubuk, tatapan matanya kosong dan entah apa yang dipikirkan. Aku benar-benar penasaran padanya.
"Kamu kok sering melamun, Sayang. Ada apa?" Tanyaku di suatu sore hampir petang.
"Aku ingin kembali," jawabnya datar.
"Kembali ke mana? Rumah kita kan di sini, Sayang." Kujelaskan padanya.
"Aku ingin kembali pulang dengan tenang. Dikuburkan layaknya orang-orang."
"Deg!" Jantungku serasa berhenti berdetak.
Cilacap:15-02
Catatan:
 1.  Ada apa, Nak.
 2. Duduk sini, Nak. Ingat, ya! Nanti jangan sekali-kali membuka mata teruskan baca mantranya, juga sebut wanita yang dirimu sukai.