Waktu kecil saya sering menonton film animasi Avatar; The Legend of Aang. Sebuah film beralur petualangan fantasi  yang menceritakan tentang empat pengendali elemen alam. Antara lain, pengendali api, air, tanah dan udara.Â
Diceritakan awalnya keempat negara pengendali elemen alam yang berbeda-beda hidup dalam kerukunan dan kedamaian. Namun masa-masa kedamaian berubah saat negara yang mengendalikan elemen api, atau dikenal negara api yang waktu itu dipimpin oleh raja Zosin menyerang negara pengendali elemen lainnya.
Avatar pada masa raja api Zosin dipegang oleh Avatar Roku yang tak lain adalah teman karib raja Zosin. Avatar Roku pun berasal dari negara api. Namun ke-welas asih Avatar Roku dibalas penghianat oleh raja api Zosin yang berambisi ingin menguasai dunia.
***
Itukah sedikit cerita film animasi Avatar; The Lehend of Aang. Namun inti tulisanku bukan membeberkan tentang film Avatar. Hanya saja tulisan saya berangkat dari film kesukaanku dulu pun sampe sekarang. Walaupun hanya sekedar film animasi, tapi bagiku ada sedikit ibroh, sebuah gambaran pada kehidupan yang nyata.
Negara Indonesia. Negara dengan berbagai macam budaya, bahasa dan agama yang dikemas dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika sudah barang tentu menjunjung tinggi budaya Tepo seliro, sehingga dengan aneka macam perbedaan tetap satu. Satu Indonesia.
Ada enam Agama di Indonesia; Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Ke enam Agama tersebut hidup dalam damai, saling menghargai dan menghormati. Namun itu dulu, dulu sekali. Hingga semuanya berubah saat paham-paham radikalis masuk di Indonesia, serta menginginkan Indonesia yang berasaskan Pancasila dirombak berubah menjadi negara khilafah.
Mereka datang membawa api angkara. Barangsiapa yang tak sependapat mereka maka akan dihukumi kafir dan halal darahnya. Tak hanya itu, mereka pun dengan api angkaranya menganggap budaya-budaya luhur Indonesia dianggap sebagai budaya yang menyimpang dengan akidah.Â
Mereka mengharamkan budaya nglarung kepala karbau (sedekah laut-bumi), namun mereka menghalalkan ngelarung kepala manusia yang berbeda dengannya. Tak segan-segan api angkara berubah menjadi dentuman keras bom menggelegar memecahkan serta meroboh gedung-gedung. Mirisnya, tindakan tersebut diklaim sebuah tindakan suci mati syahid yang berbuah surga.
Belum puas sampai sini, api angkaranya membakar tradisi ziarah kubur, katanya perbuatannya syirik, tak ada di zaman Rosul. Menganggap tradisi wayang kulit bukan tradisi Islam, menganggap Wali Songo tak ada, menganggap maulid bid'ah, menganggap membaca Yasin bid'ah, yang mana pahalanya tak akan sampai pada orang yang telah mati. Tapi mereka tidak membid'ahkan ngebom. Lalu dikira pada zaman Nabi ada bom gitu?