Mohon tunggu...
islah alfarisi
islah alfarisi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Cuma orang awam

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Musik Kentongan yang Asing di Tempat Asal

16 November 2022   11:47 Diperbarui: 16 November 2022   11:56 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kentongan,Jember/Dok pribadi

"Gajah di pelupuk mata tak nampak, semut di seberang nampak jelas" peribahasa ini sepertinya cocok untuk menggambarkan kondisi budaya di Kabupaten Jember saat ini. Pernyataan semacam ini bukan tanpa alasan, namun kenyataan yang terjadi memang sangat memprihatinkan mengingat pemerintah daerah yang seharusnya menjadi jembatan serta menjadi wadah untuk pengembangan budaya justru menjadi penghalang bahkan menjadi penghambat dalam proses pengembangan dan pelestarian budaya itu sendiri. 

Pagelaran dan pencatatan rekor muri angklung yang dilaksanakan di Kota Jember sudah pasti menjadi tanda tanya besar di kalangan masyarakat umum serta masyarakat Jember khususnya, dimana daerah lain sedang gencar-gencarnya "membranding" kebudayaan asli daerah mereka, justru Jember melakukan hal yang sebaliknya. 

"Apakah Jember tidak punya musik atau budaya khas?" pertanyaan seperti ini pasti akan muncul di masyarakat awam, terlebih lagi  dapat dikatakan dengan tidak adanya peran serta usaha pemerintah daerah untuk mengenalkan dan "membranding" budaya khas menjadi polemik yang terjadi di Kota Jember saat ini. 

Kentongan merupakan alat musik serta budaya asli dan khas Kota Jember yang sudah ada sejak lama. Alat musik kentongan Jember memiliki perbedaan yang mencolok dengan kentongan atau kentungan di daerah lain, hal ini terlihat dari bahan baku kentongan Jember yang dibuat dari kayu nangka dan terdiri dari 6 macam jenis alat yakni: Remo atau "gluduran", Bass atau "mbuk-mbukan", Kontra Bass atau "Lanangan", Kleter atau "tek-ketek",Ting-tung kentir, dan selingan atau sisipan.

Kentongan pernah tercatat di Selayang Pandang provinsi Jawa Timur di era kepemimpinan bapak Basofi Sudirman, hal ini saya dapat langsung dari orang yang berkecimpung dan terjun langsung di moment penting tersebut. Sayangnya, dengan tidak adanya kepekaan pemerintah daerah terhadap budaya Kentongan ini yang menyebabkan banyak masyarakat luar bahkan masyarakat Jember menjadi acuh dan bahkan tidak mengetahui seni budaya asli kota mereka sendiri. 

Jember dapat dikatakan sudah "ngawur" bahkan linglung atas budaya asli mereka sendiri. Angklung yang notabene bukan merupakan seni musik iconik ko Jember kok malah rekornya mau dipecahkan disini. Ini merupakan tingkat kebodohan kelewat batas yang dilakukan oleh Jember diluar norma dan estetika seni dengan berani memalak seni daerah lain. Lalu apa yang bisa kita banggakan dari rekor muri tersebut? Zonk!. 

Masyarakat sudah menaruh kepercayaan dan harapan pada orang-orang penting itu untuk menjalankan pemerintahan yang didasarkan pada kepentingan rakyat. Mereka sudah menitipkan sebagian harapan dan kehidupan bernegara kepada para pemangku jabatan. Apa jadinya kalau mereka justru menelantarkan kepercayaan rakyat?

Dari setiap berita miring tentang penyimpangan yang mereka lakukan, masyarakat masih memiliki secercah keoptimisan akan perbaikan yang mereka lakukan. Jika mengingat kembali "janji manis" mereka tentang perjuangan atas pengembangan dan pelestarian budaya asli yang selalu digaung-gaungkan saat mencari simpati masyarakat, nampaknya janji-janji itu hanyalah omong kosong belaka. Dengan diadakannya rekor muri Angklung di Kota Jember bukankah hal ini menimbulkan kontradiksi atas janji-janji mereka kala itu?

Sebenarnya Jember tidak kekurangan orang yang sadar dan peduli terhadap budaya asli mereka sendiri. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya grup Kentongan yang eksis dan terdata serta banyaknya pegiat seni Kentongan yang masih aktif menyuarakan dan memperjuangkan budaya khas Jember ditengah derasnya arus Globalisasi saat ini. 

Asosiasi Kentongan Jember (AKOR) hadir ditengah masyarakat guna terus menjaga eksistensi Kentongan agar dapat lebih dikenal masyarakat luas. Kami selaku pegiat seni Kentongan tidak hanya sekali-duakali merasa disakiti oleh pemerintah daerah itu sendiri. Kejadian miris dan tidak mengenakkan sebenarnya sudah terjadi sebelum diadakannya pagelaran rekor muri ini, kami para pegiat yang getol menyuarakan dan memperjuangkan Kentongan justru diasingkan bahkan dianggap tidak ada oleh pemerintah daerah. 

Hal ini terlihat dari tidak dicantumkannya Kentongan didalam pamflet dan poster kebudayaan asli Jember yang tertempel di tiap-tiap halte di Kota Jember, bukankah ini sudah sangat "Kebacut" atau keterlaluan. Apakah anggaran Jember tidak cukup untuk merevisi? atau memang benar bahwa Jember tidak peduli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun