"Yaudah terserah kamu aja Dang, Bapak ngga maksa. Yang terpenting sekarang bagaimana caranya supaya biaya perobatan Ibu kamu selesai"
Kini Dadang baru menyadari, betapa ia berada di perkampungan yang tepat. Bukan saja hanya Ilmu yang didapatkannya, melainkan ia mendapatkan kasih sayang yang luar biasa dari warga setempat. Sore itu, sambil menghitung jumlah yang sudah terkumpul, Dadang menawarkan agar Pak RT untuk pergi bersamanya menuju rumah sakit. Dengan senang hati, Pak RT menerima tawaran dari Dadang. Mereka terus berjalan dalam diam. Berdua, dengan megayunkan kaki yang sama. Matahari musim panas Batam, satu-satunya makhkuk yang bersedia untuk tersenyum, kini turun perlahan mengikuti langkah manusia muda itu.
Perlahan-lahan, Dadang membuka pintu ruangan dan mengelus kepala Ibunya. Dadang semakin cemas karena raut muka sang Ibu semakin pucat, kekhawatiran Dadang pun semakin meningkat. Dari dalam ruangan rumah sakit tersebut, ia mendengarkan pesan-pesan Ibunya.
"Nak... Kamu harus mempunyai cita-cita yang tinggi. Kamu harus bisa membantu ayahmu untuk menafkahi keluarga. Kamu harus bisa menjaga adik-adikmu. Dan kejarlah pendidikanmu. Jangan pernah bosan untuk menuntut ilmu ya Nak."
Dadang memandangi raut wajah Ibunya yang sedih dan semakin pucat. Ia hanya mengaanggukkan kepalanya, dan hanya bisa berdoa. Dan ia pun sempat mengatakan kepada Ibunya, bahwa ia akan melaksanakan semua pesan yang dikatakan Ibunya.
Tiba-tiba saja sore itu menabraknya. Ia terpental begitu jauh dengan mata yang membelalak, dengan perasaan sedih dan waswas. Dan pada sore itu juga malaikat telah membawa roh Ibunya untuk pergi selamanya. Dadang tak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Ibu tercintanya.