Konon Presiden Jokowi punya Cyber Army tak terbilang banyaknya, dengan Cyber Armynya yang pandai menguasai publik pembaca, mengantar Jokowi jadi Presiden. Sukses mencapai puncak tampuk kekuasan, menduduki kursi panas Presiden dengan penuh jumawa dan pesona, dimata tiap pendukungnya. Tidak ada yang meragukan kalau Jokowi berhasil duduk dari sebab Media Sosial dan TV menjadi pendukung utama, dengan subyektivitas yang tinggi para Army Cyber dan pendukungnya dari partai partai yang menguasai Media Internet dan TV melukiskan seorang Jokowi bagaikan Dewa yang tak ada cacatnya.Â
Itu dulu menjelang pilpres, bak tuhan yang memberi berkah pada pendungkunya, mereka komat kamit melantunkan tulisan tulisan dalam berbegai media, bahwa Jokowi seorang demokrat, tahan kritik dan seorang demokrat beraliran bebas. Tetapi dulu dan sekarang berbeda, media media Jokowi justru menggambarkan seorang jokowi yang paranoid, termasuk aparatnya menggambarkan pemerintahan jokowi yang kehilangan keseimbangan berpikir demokrat, lebih pada emosi dan upaya mempertahankan kekuasaan, agar tidak terjamah dan dibuat malu media yang menentangnya, terutama media media Islam yang tidak sejalan dengan karakter kepemimpinan Jokowi, harus bernasib sial, di bloker tanpa belas kasih dan asih, tak ada lagi nilai demokrasi yang dulu di gembar gemborkan dengan penuh pencitraan.Â
Bukan saja media, demi meraih dukungan ada skenario membungkam KPK Abraham samad, padahal selama mas SBY, Abraham samad tak pernah bernasib sial sebagaimana masa Jokowi, meskipun banyak orang orangnya SBY diciduk oleh KPK, namun beda aliran Jokowi, ketika menyentuh sektor kepolisian terjadilah duel politik dengan jurus mabuk, dari para pelaku KPK semua harus menerima konsekwensi hukum atas tuduhan yang disiramkan oleh politik yang melibatkan banyak rekanan kerja politik yang berhasil mengusir  Abraham samad dan Bambang Wijayanto dari KPK, macam tragede Antasari Azhar nasibnya, hanya bedanya Abraham samad dan Bambang belum di buih di balik terali besi. Usai  masalah Bambang dan Abraham tak lagi menjabat KPK , tak terdengar lagi hiruk pikuk memburu koruptor di kepolian.Â
Terlalu banyak sikap sikap paranoid pak Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, mengesankan anti kritik dan apologis menindak media, antem kromo membloker situs situs Islam atas dasar alasan terorisme dan radikalisme yang dilakukan oleh hulu balangnya dari infokom dan kepolisian, membabi buta menciduk dan membloker para pengkritik yang tidak setuju dengan sikap sikap pemerintahan.Â
Polisi tidak lagi bisa bersikap netral dalam masalah kasus, misalnya semacam peristiwa 212 dan 411 mencerminkan ketakutan yang amat sangat  dengan kondisi demo yang dihadiri jutaan umat Islam, hingga mendefinikan NKRI menurut kemauan Minoritas yang tidak setuju dengan sikap Islam, seolah akan menyebutkan Islam anti NKRI, meskipun pada akhirnya di paksakan juga meneriman para aksi demo, sekalipun terjadi berbagai ancaman dan tuduhan dipelbagai daerah, dengan apara aparat yang menakutkan banyak ormas Islam di tingkat daerah, seolah mau menyebut Islam teroris semuanya.  Mengapa harus paranoid Presiden , mengapa tak mau mengerahkan lagi  Cyber armynya pak dari pada harus main bredel aspirasi umat Islam ?,Â