Kasus meledaknya kata “MAKAR”, menguras tenaga para intelektual, antara Islam dan non Islam. Sehingga sengaja menempatkan kata “Makar” menurut definisi kepentingan pribadi atau kelompok. Misal kepolisian menjadikan proyek kata “Makar” sebagai stempel, kepada setiap orang yang menentang kekuasaan atau anti pemerintah. Tidak lagi menggunakan definisi ilmiah untuk memastikan apakah yang dituduh “Makar” itu memang pelaku “Makar” atau bukan.
Karena sangat takutnya pada kekuasaan dan berbegai kekhatiran lainnya, seorang pejabat Publik seperti Kapolri menjadi sensitif menilai orang yang kritis terhadap pemerintah. Main tangkap dan main introgasi, bahkan lebih terkesan men CARI CARI kesalahan, seperti kasus Tengku Zulkarnain waktu kunjungan ke Sintang dan Kasus Habib Riziq yang diseret di introgasi berkaitan pernyataannya tentang “Pancasila” oleh Polda Jabar.
Bayangkan orang yang menggunakan Pakaian Adat, bisa masuk Bandara dan mengamuk di Bandara, betapa aneh dan ironi bisa terjadi di Negeri ini. Negeri para pendongeng “makar” yang biasa tidur mengigau siang hari “ Makar, Makar, makar” . Tanpa keterlibatan aparat tidak akan mungkin para bandit hutan itu datang masuk ke bandara, betapa tidak seterelnya Bandara kita sekarang, karena tidak lagi ada penjagaan ketat. Ada kesengajaan menjadikan Bandara sebagai penyekap orang orang yang kontra dengan pemerintah atau yang kritis pada pemerintah
Makar yang dibuat sebagai calup yang rapi oleh aktor aktor makar dari kalangan aparat yang pengecut, hanya mampu mengkader para begal yang menjadi orang suruhan berbuat makar. Negara ini sudah menjadi tempat bandit, koboi dan para pemburu uang, sudah tidak sterel dari para penyamun terlatih dan bebas berkeliaran tanpa ada aparat yang menjaganya, satu sisi aaparat sok suci menembak orang yang tertuga terorsi, dan satu sisi aparat menjadi backing kekuatan para penjahat.
Makar seperti dalam Quran nyata :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا وَمَا يَمْكُرُونَ إِلَّا بِأَنْفُسِهِمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (123) وَإِذَا جَاءَتْهُمْ آيَةٌ قَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ حَتَّى نُؤْتَى مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللَّهِ اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ سَيُصِيبُ الَّذِينَ أَجْرَمُوا صَغَارٌ عِنْدَ اللَّهِ وَعَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا كَانُوا يَمْكُرُونَ (124)
Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri pembesar-pembesar yang jahat agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedangkan mereka tidak menyadarinya. Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata, "Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah.” Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah, dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya
“MAKAR” menurut Al-Quran biasa di miliki para pembesar negara, pejabat, penjahat rakyat yang berteriak sebagai pembela sebagai pembela wong cilik, padahal hanya sekedar menerapkan teori LICIk, membajak pikiran rakyat agar terbelenggu dalam keduataan mereka. MAKAR menurut Al-Quran adalah POLITIK TIPU DAYA yang dianut penguasa yang mengingankan rakyatnya terpasung dalam pemikirannya seolah benar, seperti sapi di cocok hidungnya. Mereka adalah para zombi kekuasaan yang memandang rakyatnya dengan kalap, meneguk keringat dan darah rakyatnya buat tumpal kapitalisme.
Menurut Al-quran pelaku Makar
1. Menjual rakyatnya demi langgengnya kekuasaanya
2. Membajak harta rakyat untuk kepentingan kekuasaannya
3. Menganggap rakyatnya budak yang bisa di bodohi
4. Menggadaikan negrinya kepada pihak asing
5. Berprilaku jahat kepada rakyatnya
{وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا}
Dan mereka melakukan tipu daya yang amat besar. (Nuh: 22)