Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kisah Kata Kunci Sungkeman

22 Mei 2020   22:42 Diperbarui: 22 Mei 2020   22:38 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungkeman pada Bapak Emak (dokpri)


Lebar-lebaran Dada

Di kala saatnya tiba, ucap syukur dan kebahagiaan  segera terluapkan. Sejak kelopak mata pertama terbuka, saat bangun pagi di hari yang fitri. Alhamdulillah. Sayup-sayup takbir mengalun bersahutan di kejauhan. 

DI hari yang sebentar lagi hadir, adalah hari yang fitri. Akan diawali dengan mandi, sholat subuh, mencicipi hidangan ala kadarnya sebagai pembeda bahwa hari itu tak lagi puasa dan siap-siap menuju ke tanah lapang.

Yang paling menarik di hari lebaran adalah semua melapangkan dada selebar-lebarnya. Bukan karena busananya yang kebesaran atau modelnya klasik oriental. Bukan. Ini merujuk arti maknawi. Lebaran dari kata lebar, dimana di hari itu semua orang membuka diri dan begitu ringan mengulurkan hati untuk saling melebur salah dan khilaf yang pernah ada.

Bisa dengan bersalaman berjabat tangan, ada yang dengan ucapan, ada yang melalui teks bahkan kartu lebaran. Intinya, semua itu sebagai wujud pernyataan maaf, sehingga semua pihak saling bermaaf-maafan.

Kesalahan yang mana? Itu kembali pada masing-masing. Justru hal itu tidak lagi jadi bahan pikiran. Bahkan yang setahun tidak berjumpa pun,  ucapannya senada,"Maafkan atas salah dan khilaf saya". Padahal berkomunikasi saja tidak. Dan yang unik, kenal saja tidak. Tadi salaman dan bermaafan dengan siapa sih? Hmm...

Saat itu semua bisa menjadi insan yang sangat budiman. Itulah berkahnya berlebaran untuk kembali dalam fitrahnya di hari Raya Idul Fitri.

Kata kunci Sungkeman ala Jawa

Gong ritual bermaaf-maafan adalah sungkem ke orang tua  (ortu). Tidak afdol salam-salaman dengan siapapun sebelum ke ortu. Tajirnya, saat menuju rumah ortu dan berpapasan dengan tetangga, masih sempatnya bilang, "nanti dulu ya, ke ortu dulu". 

Ini bukan penghinaan tak mau salaman, tapi lebih pada  menempatkan nilai luhur, ortu itu menjadi orang yang sangat dicintai dan dihormati.

Ini yang unik di keluarga saya, atau mungkin juga di keluarga lainnya. Sejak kami anak-anak, sudah diajari sebuah kata kunci. Tepatnya kalimat kunci keramat saat sungkem meminta maaf di pangkuan ortu. Ini kata kunci melebihi 7 turunan. Saya juga tidak bisa memastikan turunan yang keberapa yang turut melestarikan.

"Ngaturaken Sedoyo Kalepatan Kulo "

Sejak kecil, setiap lebaran dan sungkem ke ortu harus mengucapkan kalimat ini. Ini sudah yang paling singkat. Jika diam saja, atau salah mengucapkannya, hmmm. Tidak diterima.

Harus diulang lagi, diucapkan lagi sampai benar. Barulah setelah itu ortu membalas dengan menerima permintaan maaf anak dan mendoakan semoga menjadi anak pintar dan cita-citanya tercapai dengan sukses, dan selamat dunia akhirat. Aamiin.

Pada anak-anak tertentu, begitu grogi dan takutnya tak mampu mengeluarkan kata kunci itu, bahkan sampai menangis, atau tak berani menghadap sungkem. Nah loh. 

Bagi saya yang kurang mendalami bahasa Jawa terutama Krama Inggil, kata kunci ini kurang lebihnya memiliki makna, anak bersimpuh menghadap untuk meminta maaf atas semua kesalahan dan kekhilafan.

Memang catatan sejarah berkrama inggil saya buruk sekali. Di masa SMP, dengan sengaja setiap ujian membuat contekan. Saat kuliah di tahun 1991, suatu saat berkirim surat pada ortu, sebagai bentuk penghormatan saya berjuang keras menulis dalam krama inggil. Balasan ortu dalam hal ini Bapak saya, "lain kali nulis pakai bahasa Indonesia saja". Dehh. Sejak itu tidak pernah berkirim surat. 

"Masih, tapi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar"

Anak-anak saya juga saya ajari untuk mengucapkan kata kunci itu, setiap mudik dan sungkem ke Kakek-Neneknya. Hingga saat ini, saya setiap sungkem mengucapkan kalimat tersebut. Sebagai bentuk berjuta-juta bakti atas kebaikan dan kasih sayang ortu yang tidak mungkin anak bisa membalasnya.

"Dan rendahkanlah dirimu  terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah,"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka  berdua telah mendidik aku waktu kecil".
(Al-'Israa : 24).

Kalau dengan yang lain, saya pakai bahasa lain, tergantung orang yang dihadapi. Dengan teman sendiri  "Maaf lahir dan batin", dengan tetangga yang lebih tua "Nyuwun pangapunten nggih ", atau umumnya dengan sesama muslim, 

Taqabbalallahu Minna Wa Minkum

"Semoga Allah menerima (puasa dan amal) dari kami dan (puasa dan amal) dari kalian."

Insya Allah besok hari terakhir puasa, semoga amal ibadah kita diterima Allah SWT. Aamiin YRA.

alifis@corner
220520

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun