Mohon tunggu...
Irwan Sutisna
Irwan Sutisna Mohon Tunggu... Lainnya - Economic Statistician

Badan Pusat Statistik | Universite Paris 1 Sorbonne | Contact Me : irwan@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Anda Termasuk Seorang "Zombie Worker"?

19 Oktober 2017   00:00 Diperbarui: 19 Oktober 2017   20:17 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Zombie Worker (survivingthedead-wordpress.com)

Beberapa waktu yang lalu, ketika saya membuka akun facebook, di beranda muncul postingan seorang teman yang menurut saya cukup unik. Sebuah photo tumpukan dokumen dengan caption kata-kata dalam bahasa jawa, "Urip dinikmati, yen kuat ya dilakoni, yen ga kuat ditinggal ngopi". Saya pun tersenyum sambil berpikir, betul juga sih. Jiwa 'kepo' saya seketika mencuat membaca postingan tersebut. Ada apa gerangan? Oh, ternyata dia sedang lembur karena banyak pekerjaan.

Seperti halnya teman saya, saat ini mungkin anda masih berkutat di kantor, harus lembur karena sedang banyak pekerjaan? Sepertinya tidak ya, karena kalau sedang sibuk lembur mana mungkin anda punya waktu membaca artikel saya ini. Kerja lembur karena kasus yang insidensial mungkin wajar terjadi, tapi bagaimana kalau anda hampir setiap hari? Berangkat gelap (shubuh), pulang gelap (malam). Menjalani kehidupan dengan pekerjaan rasanya tidak pernah ada habisnya. Senin sampai Jumat sudah dipakai untuk bekerja bahkan sampai lembur-lembur segala tapi tetap saja week-end juga terpakai untuk menyelesaikan pekerjaan yang bisa diibaratkan seperti kasih sayang seorang ibu, tak pernah putus sepanjang masa!

Fenomena dimana pekerja menghabiskan begitu banyak waktu untuk bekerja sampai mengabaikan hak-hak fisik dan psikisnya sepertinya kian marak terjadi terutama di kota-kota besar. Mereka bekerja seperti robot, seperti tak kenal waktu dan tak kenal lelah, lupa hari dan juga tanggal merah. Menghabiskan siang dan malamnya untuk bekerja, makan kurang dan banyak bergadang. Jangankan berpikir menemukan motivasi, inspirasi dan inovasi dalam agar bekerja menjadi lebih efisien, prinsip mereka adalah yang penting beres. Hidup menjadi kurang bergairah, lesu, kulit pucat dan kantung mata menebal dan semakin gelap. Mereka inilah yang disebut dengan Pekerja Zombie (Zombie Worker) persis seperti zombie dalam serial "The Walking Dead"

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aon Hewitt, hampir seperempat dari total pekerja di dunia diklasifikasikan sebagai pekerja yang sangat terikat dengan pekerjaannya. Kehidupannya tidak pernah lepas dari pekerjaannya. Kalau saja pekerjaan itu adalah manusia, mungkin mereka sudah menikahinya dari dulu. Lalu sebanyak 39 persen lainnya merasa cukup terikat dengan pekerjaannya tetapi tidak separah kategori sebelumnya. Sisanya adalah pekerja yang masih memiliki kehidupan pribadi dan sosial yang lebih baik. Nah, masuk kategori mana kah anda?

Dampak Zombie Worker bagi perekonomian?

Dampak Zombie Worker bagi diri sendiri, keluarga dan kehidupan sosial sudah barang tentu terang benderang akibatnya. Kehidupan pribadi menjadi tidak sehat, karena tidak punya waktu untuk dirinya sendiri. Bagi yang telah berkeluarga dampaknya akan lebih melebar lagi, ekosistem keluarga yang mulai terganggu, anak-anak kehilangan sosok orang tua dan juga bukan tidak mungkin berimbas pada kehidupan sosial kemasyarakatan yang lebih luas.

Namun bagaimana dampak wabah Zombie Worker bagi perekonomian? Dengan banyaknya populasi pekerja yang mengidap Zombie Worker, dimana mereka bekerja tanpa motivasi dan inovasi, tentunya akan berdampak buruk tidak hanya bagi perusahaan tempat mereka bekerja tapi juga perekonomian makro suatu negara. Lenyapnya inovasi (kreatifitas) dari sebuah perusahaan, sebesar apapun perusahaan itu saat ini, pastinya berdampak buruk dan berujung pada ambruknya perusahaan jika tidak ditangani dengan baik.

Lambat laun perusahaan tidak akan lagi memiliki daya saing (competitiveness). Mereka tidak akan mampu memproduksi barang dengan lebih baik, lebih murah dan lebih banyak. Perusahaan tersebut akan tertinggal dibarisan paling buncit, disaat perusahaan lain melesat cepat dengan inovasi dan kreatifitasnya. Tentu masih lekat rasanya kenangan manis kita dengan handphone Nokia atau email Yahoo kita. Kedua perusahaan ini mengajarkan kita tentang sebuah makna pentingnya inovasi dan bahwasanya "Nothing too big to be failed" (untuk melihat dampak kreatifitas bagi perekonomian Korea Selatan, klik disini)

Dalam tataran negara, membludaknya populasi Zombie Worker tentu akan memberikan dampak yang serupa, karena pada dasarnya level ini hanya agregasi dari lesunya aktifitas ekonomi secara mikro. Nihil-nya inovasi dan kreatifitas pada akhirnya akan bermuara pada menurunnya keunggulan komparatif produk nasional. Lalu pada gilirannya akan terjadi stagnansi atau mungkin pelambanan pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana diungkapkan secara implisit oleh seorang Ekonom Inggris David Ricardo pada tahun 1817 dalam bukunya "On The Principle of Political Economy and Taxaxtion", bahwasanya perdagangan internasional akan melemah, karena turunnya stimulan (comparative adventage). Partner dagang akan lebih tertarik pada produk negara lain yang lebih kompetitif seraya menyetel lagu Krisdayanti "Oh, thank you so much, I'm sorry... good bye!"

Belajar pada negara Skandinavia

Dalam teori pertumbuhan ekonomi Solow, ditegaskan bahwa negara maju semakin mendekati kondisi Steady state akan cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif kecil dibandingkan negara berkembang (lihat grafik 1). Steady state sendiri adalah kondisi dimana suatu negara berada dalam keadaan stabil (mapan) perekonomiannya. Hal ini ditandai dengan konstannya rata-rata pertumbuhan indikator ekonomi makro dari tahun ke tahun. Dalam banyak kasus perekonomian seolah berjalan auto-pilot dikarenakan segala sesuatunya telah terbangun dan dapat berjalan dengan sendirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun