Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suka Duka Punya Besan Orang Kaya

9 November 2015   17:37 Diperbarui: 9 November 2015   17:37 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebetulnya Pak Ahmad boleh dibilang orang kaya juga. Paling tidak kekayaannya di atas rata-rata orang Indonesia. Dengan asumsi pendapatan perkapita rakyat Indonesia sekitar 3.500 dolar Amerika per tahun, atau satu keluarga dengan 4 jiwa sama dengan 14.000 dollar per tahun,  maka income Pak Ahmad masih di atas itu. Penghasilan Pak Ahmad bersumber dari gajinya sebagai kepala bagian di sebuah kementrian plus dari keuntungan bisnis yang dimodalinya dan dijalankan oleh saudaranya.

Pak Ahmad punya anak sepasang, yang tertua, laki-laki baru saja dapat pekerjaan di sebuah BUMN. Si Anak dalam umur 25 tahun sudah minta menikah dengan pacarnya  yang dulu adalah teman kuliahnya. Bagi Pak Ahmad dan istri, yang sama-sama orang Minang, sebetulnya menginginkan punya menantu juga perempuan dari Minang. Tapi karena mereka sudah lama ber-ktp Jakarta, tentu tidak terhindarkan kalau anaknya memilih temannya yang bersuku Jawa sebagai pasangan hidupnya. Ya, kalau sudah sama-sama suka tentu harus direstui.

Bila laki-laki Minang berjodoh dengan wanita non-Minang memang ada konsekuensi adat, karena anaknya kelak tidak punya suku (marga), karena adat Minang menganut garis ibu. Sebaliknya bila wanita Minang berjodoh dengan lelaki non-Minang, anaknya kelak tetap punya suku sesuai suku ibunya dengan segala hak yang melekat.

Kembali ke kisah pak Ahmad, setelah hari baik bulan baiknya ditetapkan pakai kalender Jawa, maka segala persiapan pun dimulai buat acara pernikahan. Pihak besan ingin menerapkan tahapan-tahapan acara sesuai adat Jawa secara full. Itu berarti ada berbagai mata acara sejak beberapa hari sebelum hari h. Soal biaya gak problem bagi pihak besan yang seorang pejabat di Depertemen yang bercitra "basah". Justru itu dalam setiap acara, kontributor dana sebahagian besar datang dari pihak besan. 

Karena posisi besan yang lebih "diatas" maka konsep acara diserahkan sepenuhnya kepada besan. Dan ini memang lazim, bahwa yang punya pesta adalah pihak penganten perempuan. Jadilah di setiap acara, termasuk yang di rumah pak Ahmad, sepenuhnya pakai adat Jawa. Bagi keluarga besar pak Ahmad yang datang dari Padang, tentu terasa asing. 

Tapi bukan soal adat yang berbeda yang jadi problem utama, tapi anggota keluarga besar pak Ahmad baik yang tinggal di Jakarta maupun yang dari kampung, merasa hanya jadi pelengkap saja, meski diberi pakaian seragam. Mereka merasa dicuekin. Apalagi memang dari penampilan, terlihat bahwa keluarga besar pihak besan, kelasnya jauh di atas keluarga besar pak Ahmad.

Di pihak pak Ahmad, memang hanya pak Ahmad sendiri yang lumayan kemampuan ekonominya. Adapun yang lain kebanyakan pegawai biasa dan pedagang kecil. Justru saudara-saudara pak Ahmad sendiri merasa dicuekin juga oleh pak Ahmad, yang justru terlalu memperhatikan pihak besan, dan lupa dengan saudara sendiri dari yang datang jauh-jauh dari kampung.

Itulah suka duka punya besan orang kaya. Sukanya jelas, yakni terselenggaranya pesta yang mewah di sebuah hotel di Jakarta Selatan. Hal ini membuat kerabat pak Ahmad berdecak kagum, karena jarang melihat hal serupa sebelumnya. Dukanya ya itu tadi, ada perasaan sedih karena dicuekin, kurang dianggap, dan waktu pesta mewah tersebut mereka bengong saja.

Pakaian seragam yang dikenakan keluarga pak Ahmad, justru menjadi beban tersendiri, ketika melihat banyaknya tamu yang mengantri. Merasa sebagai "panitia" tapi tanpa peran apa-apa. Hanya bergerombol di pojok, karena yang jadi among tamu adalah keluarga pihak besan dengan seragam yang berbeda. Tamu-tamu yang kelas sosialnya lebih tinggi, tentu mayoritas dari kerabat dan relasi besannya pak Ahmad. Bahkan untuk berfoto bersama penganten pun, diberikan kesempatan paling akhir, itupun setelah istri pak Ahmad berani ngomong ke besannya.

Kalau sudah jodoh, susah untuk dielakkan. Namun dalam konsep ketimuran yang banyak dipakai di Indonesia, jodoh tidak hanya mengikat hubungan sepasang penganten, tapi antar dua keluarga besar. Kalau salah satu pihak merasa kurang diperhatikan, perlu kemauan keras yang inisiatifnya sebaiknya dari pihak yang secara ekonomi lebih kuat. Dan itu menuntut ketulusan, bukan sekadar memberikan makanan atau barang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun