Saat saya memasuki usia 40 tahun, saya sengaja membuat catatan tentang hal-hal yang harus saya lakukan, agar nantinya saat saya sudah pensiun bisa hidup tenang dan nyaman. Tidak perlu hidup mewah, yang penting cukup.
Artinya, tanpa perlu bekerja secara formal, kualitas kehidupan tidak mengalami penurunan ketimbang saat masih bekerja. Kehilangan pekerjaan jangan pula membuat seseorang mengidap post power syndrome.
Kualitas hidup yang saya maksudkan adalah secara finansial mempunyai penghasilan yang memadai, sehat secara fisik dan mental, dan juga punya kehidupan spiritual dan sosial yang baik.
Saya tentu tidak ingin mengulang apa yang dialami ayah dan ibu saya yang kehidupannya setelah melewati usia 60 tahun sangat tergantung dari kiriman kami anak-anaknya.
Memang, ayah saya seorang pedagang kecil dan ibu saya seorang ibu rumah tangga. Tentu ayah saya tidak mendapat uang pensiun bulanan seperti orang kantoran.
Namun, pedagang yang bagus kondisi keuangannya, rata-rata punya simpanan yang nanti bisa digunakan saat usia tua, ketika tidak lagi berdagang.
Hanya saya, ayah saya yang punya 7 orang anak, penghasilan sehari-harinya sangat terbatas dan tidak memungkinkan disisihkan sebagian untuk simpanan masa depan.
Meskipun kemampuan ekonomi ayah kurang memadai, alhamdulillah saya bisa kuliah. Tentu uang kiriman ayah tidak mencukupi untuk kebutuhan saya kuliah.
Untungnya, saya dapat beasiswa dan juga dapat penghasilan dari honor menulis di koran lokal. Ada lagi honor memberikan asistensi untuk beberapa mata kuliah di bidang Akuntansi.
Kemudian, dalam waktu yang relatif tidak lama setelah lulus kuliah, saya diterima bekerja di kantor pusat sebuah perusahaan milik negara yang bergerak di bidang keuangan.
Gaji awal saya tidak besar, dalam arti tidak sebesar yang diterima oleh fresh graduate yang diterima bekerja di perusahaan sejenis lainnya.