Naik haji ternyata bukan soal kaya atau miskin. Memang, pada umumnya mereka yang berkesempatan melaksanakan ibadah ke tanah suci adalah orang-orang yang punya kemampuan secara ekonomi.
Soalnya, bukankah cukup mahal uang yang dihabiskan untuk membayar Ongkos Naik Haji (ONH)? Untuk saat ini, angkanya lebih kurang Rp 55 juta.
Namun, mohon maaf, cukup banyak orang yang menurut pandangan umum tergolong orang kaya, tapi masih belum naik haji. Meskipun mereka sering jalan-jalan ke mancanegara.
Jika ditanya kenapa belum naik haji, mereka mungkin menjawab karena belum dapat "panggilan" dari Allah.
Padahal, ini bukan soal sudah terpanggil atau belum, karena dalam kitab suci sudah jelas ada perintah berhaji bagi yang mampu.
Jadi, mereka bukan belum dapat panggilan, tapi mungkin sengaja cuek, sehingga seolah-olah tidak mendengar atau tidak merasa terpanggil.
Di lain pihak, cukup banyak pula orang yang menurut kacamata umum hidupnya pas-pasan, tapi justru mampu naik haji. Bukan karena dapat hadiah, tapi karena tekun menabung.
Ya, bila ada kemauan, pasti ada jalan. Tekun menabung meskipun dalam jumlah yang kecil, maka akan berlalu prinsip "dikit-dikit lama-lama jadi bukit".
Artinya, usaha atau upaya kecil yang dilakukan secara terus-menerus akan menghasilkan sesuatu yang besar atau signifikan di kemudian hari.
Itulah yang dilakukan oleh pasangan suami istri (pasutri) penjual pisang, yakni Sabar (61) dan Kustinayah (50) warga Dusun Urung-urung, Desa Jatijejer, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Tahun ini pasutri tersebut naik haji dan untuk sementara waktu berhenti dahulu jualan pisang di Pasar Sawahan, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto.