Putri bungsu tersebut juga punya banyak anak, sehingga kehidupannya boleh dikatakan sulit. Sebelum ibunya meninggal dunia pada 2017 lalu, saya yang ketika itu sedang di kampung sempat membezuk karena si ibu tengah sakit.
Ketika itulah si ibu mengucapkan terima kasih kepada saya karena mengetahui bahwa saya sudah berkali-kali membantu keuangan putri bungsunya, sambil berharap saya tetap membantu di masa mendatang.
Memang, saya bersama seorang kakak dan 2 orang adik saya, relatif sering dikirimi pesan singkat oleh si putri bungsu yang sepupu saya itu.
Isi pesan singkat tersebut, ya, pada intinya menceritakan  kesulitan yang dialaminya, baik yang berkaitan dengan penyakitnya, maupun untuk kehidupan sehari-harinya.Â
Ujung dari pesan tersebut adalah memohon dikirimkan uang ke nomor rekening yang telah dicantumkannya pada pesan singkat itu.
Jadilah kami berempat bergiliran mentransfer uang. Adakalanya pesan yang sama dikirim ke kami berempat sekaligus. Sepupu saya itu merasa kami berempat tidak saling menginformasikan soal bantuan ke sepupu itu.
Padahal, kami saling mengkonfirmasi, bertanya apakah yang lain dapat pesan. Kami sekaligus berembuk, kali ini siapa yang membantu, agar tidak tumpang tindih.
Sebetulnya, kakak si putri bungsu ini yang hidupnya lumayan, yakni yang jadi guru yang telah di tulis di atas, sudah kami ajak berunding bagaimana caranya agar si bungsu tersebut bisa mandiri.Â
Sayangnya, kakaknya mengaku sudah capek membantu dan menasehati adiknya, sehingga terkadang ia tak lagi mempedulikan adiknya.
Kalau saya ingat-ingat perlakuan di masa lalu yang kami terima dari sepupu tersebut dan juga dari orangtuanya, tentu kami punya kesempatan emas untuk "menghajar"-nya dengan kata-kata yang menusuk hati.
Tapi, kami tidak mengambil kesempatan untuk membalas dengan cara yang sama menyakitkan seperti yang dulu kami alami.