Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sisi Kelam Dampak Pandemi, Waspadai Eksploitasi Pekerja Anak

2 Agustus 2021   18:27 Diperbarui: 2 Agustus 2021   18:32 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: cdnimage.terbitsport.com, dimuat idntimes.com

Syarat lainnya, anak yang bekerja sudah berusia minimal 13 tahun, jenis pekerjaannya termasuk ringan, serta tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, dan sosial anak.

Namun, pada kenyataannya banyak terjadi pelanggaran di berbagai daerah di Indonesia. Di lapangan, gampang menemui anak-anak yang umurnya di bawah 13 tahun menjajakan dagangan, mengamen, atau mengemis.

Lalu, di media massa gampang pula ditemukan berita anak-anak yang jadi buruh dan jam kerjanya lebih dari 3 jam dalam satu hari.

Bagi yang ingin mengetahui data kuantitatif hasil penelitian Tim Litbang Kompas terkait fenomena pekerja anak di era pandemi, silakan mengklik di sini.

Intinya adalah, dengan adanya pandemi, malah berdampak negatif pada kondisi pekerja anak. Bolehlah disebut hal ini sebagai salah satu sisi kelam pandemi bagi masyarakat kelas bawah, di luar dampaknya secara kesehatan.

Pekerja anak meningkat jumlahnya, dan sebagian memang karena orang tuanya meminta untuk itu. Banyak pekerja anak yang tidak lagi bersekolah.

Bagi mereka yang bersekolah pun, karena lagi berlangsung sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ), membuat mereka menambah waktu untuk bekerja dengan tidak mengikuti PJJ.

Bayangkan, ketika anak masih dalam masa pertumbuhan dan menikmati keseruan bermain, tapi karena dipaksa keadaan, mereka kehilangan masa kanak-kanaknya yang seharusnya membahagiakan.

Saya teringat zaman saya kecil sekitar 40-an tahun lalu, saya pun ikut bekerja dengan menunggu warung milik orang tua. Tapi saya merasa bahagia karena bukan dipaksa.

Lagipula, saya bisa mengerjakan PR di warung, bahkan diam-diam makan kue yang dijual di warung tanpa dimarahi orang tua.

Yang lebih berat adalah pengalaman teman SMP saya yang berjualan koran. Ada juga yang menjajakan kue di pagi hari sebelum sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun