Begitulah, tak ada yang salah sebetulnya. Sang provokator, Bambang, juga tidak salah. Ia tidak melakukan kebohongan publik, karena faktanya sekretaris memang tidak pakai bra.
Yang keliru, tidak hanya di kantor saya, pada umumnya masyarakat menganggap sekretaris di kantor-kantor identik dengan wanita. Padahal tidak ada larangan laki-laki jadi sekretaris. Masalahnya, langka sekali pejabat yang menginginkan sekretaris laki-laki.
Tapi, omong-omong, kenapa sih sekretaris harus cewek? Harus cakep lagi. Akibatnya sering dimata-matai oleh istri bos. Padahal kalau pun ada apa-apanya antara bos dan sekretaris, boleh jadi si bos yang memulai duluan.
Dugaan saya, bos-bos memang sengaja mencari sekretaris yang enak dipandang mata. Manusiawi, sebetulnya. Asal tidak melanggar norma kesusilaan saja. Jangan sampai mentang-mentang punya kekuasaan, si bos minta sekretarisnya melakukan hal di luar job-nya.
Bagi mereka yang berprofesi sebagai sekretaris, jangan puas hanya karena dekat dengan bos. Tingkatkan kapasitas dengan menyerap ilmu si bos, sehingga karier bisa naik.Â
Jika hanya pintar mencatat surat masuk dan keluar, mengatur lalu lintas telpon dari dan kepada bos, mengatur tamu atau agenda rapat si bos, karier si sekretaris akan mentok. Apalagi bila usia tidak muda lagi, bos minta pengganti yang penampilannya lebih oke.