Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dilema Harga Pangan: Membela Petani, Konsumen, atau Pedagang?

22 Maret 2021   18:10 Diperbarui: 26 Maret 2021   09:36 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas bongkar muat beras impor asal Vietnam di atas kapal di Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi Jawa Timur, Jumat (23/2). Sebanyak 20 ribu ton beras impor dalam kemasan bag cargo itu, akan didistribusikan ke wilayah Indonesia bagian timur seperti NTB dan NTT. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/aww/18.(BUDI CANDRA SETYA)

Sudah ada beberapa orang gubernur yang dengan kritis menanggapi rencana pemerintah pusat untuk melakukan impor beras. Yang cukup lantang, di antaranya disuarakan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Menurut Kang Emil, demikian sapaan akrab bagi Gubernur Jawa Barat tersebut, Jawa Barat akan segera memasuki masa panen raya. Bahkan, seperti yang diberitakan Kompas (19/3/2021) di sejumlah daerah di Jawa Barat dan Jawa Timur sudah mulai memasuki panen raya.

Di lain pihak, dengan rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras, turut mempengaruhi psikologis pasar yang akhirnya menekan harga gabah di tingkat petani. Harga kering gabah panen hanya berkisar Rp 3.200-Rp 3.700 per Kg, jauh di bawah harga pembelian pemerintah Rp 4.200 per Kg.

Belum impor saja, harga gabah sudah lebih dulu anjlok. Bila nanti betul-betul impor direalisasikan, harga semakin jatuh. Padahal, ongkos tanam seperti untuk menyewa lahan mengalami peningkatan. Pembelian pupuk nonsubsidi (karena terbatasnya jatah pupuk bersubsidi) juga memberatkan petani.

Makanya, bila saat ini para petani merasa gundah, tentu bisa dimaklumi. Harapan mereka, agar gabah hasil panen raya segera diserap oleh pemerintah sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.

Pembelian beras oleh pemerintah dilakukan oleh perusahaan milik negara, Perum Bulog. Rencana impor beras pun juga akan dilakukan oleh Bulog. 

Menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, pemerintah menjamin impor beras tidak dilakukan saat panen raya. Opsi impor dipilih sebagai alternatif pemerintah mengamankan cadangan beras pemerintah di perum Bulog sebesar 1 juta-1,5 juta ton (Kompas, 20 Maret 2021).

Nah, apakah nantinya betul-betul dilaksanakan impor beras dan apa pengaruhnya terhadap harga beras, menarik untuk ditunggu dan dicermati. Namun, bagaimanapun juga, sebuah kebijakan pemerintah sulit untuk memuaskan semua pihak.

Secara teoritis, dalam ilmu ekonomi tingkat dasar, disebutkan tentang hukum demand dan supply, atau hukum permintaan dan penawaran. Impor beras dan juga panen raya, sama-sama berfungsi menambah pasokan atau jumlah penawaran beras di pasar.

Meningkatnya jumlah pasokan, secara teori itu tadi akan membuat harga turun, sesuatu yang ditakutkan para petani. Di sinilah terletak dilemanya, karena harga pangan yang rendah, justru dibutuhkan oleh masyarakat luas (selain petani).

dok. ANTARA Foto/Yusuf Nugroho, dimuat validnews.id
dok. ANTARA Foto/Yusuf Nugroho, dimuat validnews.id
Bukankah para buruh dengan gaji setara upah minimum di masing-masing provinsi, apalagi yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak pandemi, sangat mendambakan harga pangan yang murah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun