Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Ketimpangan Suku Bunga Bank, Deposito Vs Kredit

25 Maret 2021   04:30 Diperbarui: 25 Maret 2021   09:21 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. istimewa/minews.id

Bank Indonesia (BI) mendorong perbankan menyalurkan kredit untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi. Untuk itu, seperti diberitakan Kompas (19/3/2021), BI mempertahankan suku bunga acuan dan memberlakukan disinsentif Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) agar ekonomi lebih menggeliat.

Secara sederhana, RIM merupakan perbandingan antara dana yang digelontorkan bank sebagai kredit (termasuk pembelian bank atas surat berharga yang diterbitkan korporasi, artinya bank memberi utang pada korporasi) terhadap jumlah dana yang dihimpun bank berupa tabungan, deposito dan giro (termasuk dana hasil penjualan surat berharga yang diterbitkan bank).

RIM yang rendah mencerminkan jumlah dana yang diterima bank dari para penyimpan, belum digulirkan kembali menjadi kredit kepada para peminjam pada tingkat RIM yang ideal, seperti yang terjadi pada masa normal sebelum pandemi.

Dengan BI tetap mempertahankan suku bunga acuan yang memang sudah rendah, karena sejak tahun 2020 telah diturunkan sebesar  150 basis poin (bps), merupakan indikasi agar bunga kredit bank juga rendah. Suku bunga acuan "BI 7-day Reverse Repo Rate" yang pada awal tahun 2020 sebesar 5 persen, sekarang menjadi 3,5 persen. angka terendah sepanjang sejarah.

Masalahnya, dari suku bunga acuan BI tersebut, ketika diterjemahkan sebagai kebijakan penetapan suku bunga di masing-masing bank, menjadi melenceng dari tujuan BI untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan kredit kepada dunia usaha.

Berbicara suku bunga bank, artinya melihat dari dua sisi, yakni bunga deposito yang diberikan bank bagi penyimpan dana, dan bunga kredit yang dibebankan bank kepada peminjam dana.

Coba lihat data yang dikutip dari Kompas (19/3/2021). Meskipun seperti ditulis di atas, suku bunga acuan BI sejak 2020 turun 150 bps, namun suku bunga deposito 1 bulan turun 189 bps, atau secara tahunan menjadi 4,06 persen sejak Januari 2020 hingga Januari 2021. Sedangkan suku bunga  kredit pada periode yang sama, penurunannya cenderung terbatas, yaitu hanya 78 bps menjadi 9,72 persen. 

Artinya, bank terlalu "kejam" kepada penyimpan dengan memangkas suku bunga deposito lebih besar dari penurunan bunga acuan BI. Selain itu, bank sekaligus terlalu "pelit" bagi peminjam, karena sedikit saja memangkas suku bunga kredit, tidak sebanding dengan penurunan acuan BI.

Harus diakui, karakteristik bisnis perbankan memang mengambil keuntungan dari selisih suku bunga kredit di atas suku bunga deposito. Bank menerima bunga dari peminjam dengan persentase yang lebih tinggi dari bunga yang dibayarkan kepada penyimpan.

Tapi, gap yang terlalu lebar atau ketimpangan yang signifikan antara bunga deposito versus bunga kredit, bukan sesuatu yang sehat. Apa boleh buat, kondisi sekarang memang belum sehat, makanya perlu pemulihan ekonomi nasional. 

Namun, bank ingin bermain aman dan cenderung menunggu ekonomi pulih dulu, baru ketimpangan suku bunga akan dikoreksi. Padahal BI dan pemerintah ingin bank yang berkontribusi lebih awal, agar ekonomi bisa lebih cepat pulihnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun