Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Transfer Nyasar ke Rekening Anda? Jangan Gunakan, Ada Ancaman Penjara

25 Februari 2021   17:00 Diperbarui: 26 Februari 2021   04:13 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh succo dari Pixabay

Seperti biasa, hari ini, setelah salat dan makan siang, saya berselancar di dunia maya sekitar 30 menit, mencari berita dari media daring. Sebuah berita yang membuat saya tergerak menulis, saya temukan pada kompas.com (24/2/2021).

Dari judulnya saja, saya sudah tertarik, yakni "BCA Salah Transfer, Ardi Dipenjara karena Pakai Uangnya". Sebelum membaca isinya, saya berkata dalam hati, kasihan juga kalau sampai dipenjarakan, bila misalnya si pelaku tidak sengaja. Mana tahu, ia mengira itu transfer dari rekannya, dengan asumsi si pelaku memang sering mengirim dan menerima transfer (misalnya ia seorang yang berwirausaha).

Lagipula, rezeki nomplok seperti itu, menjadi dilema bagi penerimanya, mau diambil atau dikembalikan ke si pengirim? Atau, pura-pura tidak tahu saja.

Toh, kalau tidak ada yang meributkan, siapa tahu, si pengirim sudah mengikhlaskan dan menganggapnya sebagai "kecelakaan". Jangan-jangan, si pengirim tidak menyadari bahwa ia mentransfer ke rekening yang keliru.

Oke, sebaiknya saya baca dulu berita di atas dan menceritakannya kembali dengan kalimat saya sendiri. Begini, Ardi yang menerima transfer nyasar adalah seorang makelar mobil di Surabaya. Ia mengira uang yang tak jelas dikirim oleh siapa itu, merupakan komisi dari penjualan mobil yang dilakukannya. Hal ini terjadi pada 17 Maret 2020.

Namun, pihak BCA baru menyadari bahwa petugasnya salah input nomor rekening penerima transfer via kliring Bank Indonesia (BI), pada 27 Maret 2020. BCA menyadari kesalahan ini setelah ada laporan dari pihak yang seharusnya menerima.

Pihak pelapor meminta Ardi mengembalikan dana secara tunai dan utuh, sementara Ardi mengajukan tawaran untuk mencicil karena tidak punya dana yang cukup dengan alasan lagi pandemi. Si pelapor tidak mau menerima secara cicilan.

Kemudian, Ardi disomasi dua kali oleh BCA, yang direspon oleh Ardi untuk meminta keringanan agar bisa dicicil. Ardi kemudian menyetor Rp 5 juta pada rekeningnya di BCA, sehingga dengan saldo yang ada sebelumnya, uang Ardi di BCA menjadi sekitar Rp 10 juta. 

Sesuai keterangan kuasa hukumnya, Ardi berusaha mengembalikan ke BCA pada Oktober 2020, tapi ditolak BCA karena diminta mengembalikan ke pelapor. Padahal, menurut kuasa hukumnya, Ardi mengembalikan ke pihak yang melakukan somasi, yakni BCA.

Pada 10 November 2020, Ardi resmi menjadi tersangka dan ditahan. Kasus ini sekarang sedang memasuki tahap persidangan. Menurut jaksa penuntut, kesalahan Ardi adalah menggunakan uang yang belum tentu haknya.

Begitulah berita yang saya baca. Saya sendiri relatif sering mengirim transfer dan juga menerima transfer. Sudah menjadi kebiasaan saya setiap melakukan transfer secara elektronik, baik melalui ATM maupun pakai aplikasi yang ada di hape, saya paling tidak dua kali mengeja nomor dan nama rekening yang dituju, sebelum memencet tombol "ok" atau "send".

Soalnya, nomor rekening bank itu rata-rata jumlah digitnya banyak. Seperti di bank tempat saya membuka rekening, ada 15 digit yang tertera pada sebuah rekening, yang tentu saja sulit dihafalkan. Saya punya beberapa rekening, tapi hanya satu yang saya hafal di luar kepala, karena paling sering saya gunakan. Dengan tindakan check and recheck sebelum mentransfer, saya, alhamdulillah, belum pernah mengalami salah kirim. 

Saya mengaktifkan notifikasi dari bank, sehingga setiap ada transaski di rekening saya, akan masuk pesan pendek di hape saya. Jadi, bila ada transfer masuk, saya akan tahu. Sayangnya, bank adakalanya tidak menuliskan nama pengirim transfer.

Terhadap transfer yang rutin saya terima, tentu saya tidak kaget. Tapi, tidak jarang saya menerima transfer yang tidak jelas sumbernya. Jumlah rupiahnya relatif kecil, tetap membuat saya bingung. Saya sama sekali tidak gembira dengan transfer seperti itu, karena menambah beban pikiran. 

Untungnya, rata-rata sekali sebulan saya datang ke petugas bank yang sudah saya kenal baik dan meminta dicetak rekening koran atas nama saya. Perlu diketahui, jika mencetak buku tabungan, biasanya tidak ada keterangan nama si pengirim. Tapi, kalau pada rekening koran, ada kolom keterangan yang isinya cukup informatif.

Setelah saya mencetak rekening koran, baru ketahuan, ternyata itu bukan transfer salah kirim, tapi memang untuk saya. Bila misalnya salah kirim, saya akan diskusikan dengan petugas bank tentang teknis pengembaliannya. Tapi, untung saya belum pernah mengalami.

Kembali ke kasus salah transfer, bila ditelusuri dari media daring, ternyata ancaman hukumannya sudah jelas bagi si penerima transfer nyasar, namun tidak mengembalikannya.

Hal itu diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Trasfer Dana, di mana pada pasal 85 disebutkan bahwa hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar, bagi setiap orang yang dengan sengaja menguasi dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui bukan haknya.

Jadi, jika Anda menerima dana yang tidak jelas dari mana sumbernya, sebaiknya dicek dulu, jangan buru-buru main ambil atau main pakai saja. 

dok. bangdidav.com
dok. bangdidav.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun