Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Anjloknya Laba Bank-bank BUMN, Kredit Macet Tidak Pandang Bulu

16 Februari 2021   09:26 Diperbarui: 16 Februari 2021   10:04 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. shutterstock, melalui okezone.com

Dalam industri perbankan di negara kita, peran bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terbilang sangat besar. Hanya ada 4 bank BUMN di antara lebih dari 100 bank umum yang beroperasi di Indonesia, tapi kontribusinya dari sisi aset, sekitar 35 persen dari total aset perbankan nasional.

Keempat bank BUMN dimaksud adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). 

BRI dan Mandiri berada pada peringkat 1 dan 2 dilihat dari sisi pemilikan aset, yang masing-masingnya sudah membukukan aset di atas Rp 1.000 triliun. Adapun BNI pada peringkat 4, setelah Bank Central Asia (BCA) yang merupakan bank swasta terbesar di tanah air.

Apalagi kalau Bank Syariah Indonesia (BSI) juga ikut dihitung, tentu kontribusi bank BUMN semakin besar. Resminya BSI bukan BUMN, tapi anak perusahaan bank BUMN. Seperti diketahui. BSI adalah hasil penggabungan 3 bank syariah, yakni BRI Syariah (anak perusahaan BRI), BNI Syariah (anak perusahaan BNI), dan Bank Syariah Mandiri (anak perusahaan Bank Mandiri).

Masalahnya, besarnya aset belum tentu sejalan dengan besarnya perolehan keuntungan. Hal ini semakin terlihat jelas sejak Indonesia dilanda bencana pandemi Covid-19. Kelesuan pada hampir semua sektor bisnis berbuntut pada anjloknya kinerja perbankan bila dilihat dari sisi perolehan laba.

Hanya saja, bagi bank-bank BUMN, anjlok prolehan labanya lebih tajam. Hal ini terbukti dengan apa yang dialami BRI. Bank yang banyak menyalurkan kredit kepada UMKM ini, selama 15 tahun terakhir, selalu bercokol sebagai bank dengan perolehan laba tertinggi secara nasional. 

Namun, sejak semester II 2020 lalu, BRI harus ikhlas memberikan posisinya kepada BCA. Sepanjang periode tahun buku 2020 lalu, BRI membukukan laba sebesar Rp 18,660 triliun, atau merosot 45,8 persen dibandingkan perolehan pada tahun 2019 yang sebesar Rp 34,414 triliun.

Adapun BCA, juga mengalami kemerosotan laba, tapi hanya sebesar 5,14 persen saja, yakni dari Rp 28,6 triliun pada tahun 2019, menjadi Rp 27,13 triliun sepanjang tahun 2020. Artinya, BCA relatif kokoh meskipun negara kita dilanda pandemi.

Nasib BRI relatif sama dengan dua bank BUMN lain, yakni Bank Mandiri dan BNI. Bank Mandiri hanya mencatatkan laba sebesar Rp 17,1 triliun pada tahun 2020, anjlok 37,71 persen ketimbang laba tahun 2019 yang sebesar Rp 27,5 triliun.

Kondisi yang lebih parah dialami oleh BNI. Tidak tanggung-tanggung, kalau pada tahun 2019 BNI masih mampu meraup laba sebesar Rp 15,28 triliun, tahun 2020 terjun bebas menjadi Rp 3,28 triliun. Artinya, laba BNI turun drastis 78,7 persen.

Ada satu bank BUMN yang mengalami anomali, yakni BTN. Pada tahun 2020 BTN berhasil memperoleh laba sebesar Rp 1,61 triliun, naik 671 persen dibandingkan tahun 2019. Namun, ini karena pada 2019 terjadi hal luar biasa, di mana manajemen BTN memilih untuk men-downgrade kreditnya, sehingga waktu itu labanya rendah sekali, Rp 209 miliar.

Perlu diketahui, Kejaksaan Agung sekarang ini menangani dugaan kasus korupsi di BTN, yang antara lain telah menetapkan mantan direktur utamanya periode 2012-2019, Maryono, sebagai tersangka (republika.co.id, 21/10/2020). Maka, kemungkinan besar, sangat kecilnya laba BTN pada tahun 2019 antara lain berkaitan dengan kasus korupsi tersebut.

Dengan menganggap BTN sebagai pengecualian, mencermati anjloknya kinerja bank-bank BUMN, sebetulnya merupakan hal yang sudah diprediksi. Pandemi Covid-19 yang telah membatasi aktivitas masyarakat, membuat ekonomi menjadi lesu. Lalu, banyak pula perusahaan yang tumbang dan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atas para pekerjanya.

Perusahaan yang tumbang tersebut, sebagian menjadi nasabah bank, sebagai peminjam atau penerima kredit. Padahal, dalam soal menyalurkan kredit, hingga sekarang masih didominasi oleh bank-bank BUMN. 

Makanya, jangan heran bila banyak perusahaan yang menyimpan danya dan bertransaksi melalui bank swasta seperti BCA, tapi giliran memerlukan kredit, akan mengajukan permohonan kepada bank milik negara. Jadi, bila perusahaan dimaksud tidak mampu mengembalikan pinjaman kepada pihak bank, bank akan menderita kerugian. Itulah yang dialami bank-bank BUMN.

Memang, itulah salah satu kelebihan bank BUMN, banyak menyediakan kredit, sehingga ketika masyarakat, termasuk para pelaku usaha, membutuhkan pembiayaan, meraka akan mencari dari bank pemerintah tersebut. Apalagi untuk pelaku UMKM, BRI menjadi jagoan dalam melayaninya, dan menjadi pelaksana utama program pemerintah berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga yang rendah karena bersubsidi.

Demikian juga masyarakat yang memerlukan pinjaman untuk membeli rumah, banyak yang mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ke BTN, yang juga ada unsur subsidi pemerintahnya. Sedangkan perusahaan besar (disebut juga korporasi), banyak yang mendapatkan kucuran kredit dari BNI dan Mandiri.

Nah, sekarang dengan anjloknya laba bank-bank BUMN yang penyebab utamanya sudah jelas sebagai dampak dari pandemi, secara umum dapat dikatakan, nasabah bank yang terkena "badai", tidak pandang bulu. Nasabah kelas UMKM terhuyung (yang memukul BRI), perusahaan besar pun goyang (yang menghantam BNI dan Mandiri).

Namun demikian, diharapkan bank-bank BUMN tidak kapok menggenjot penyaluran kredit. Tentu bank harus lebih selektif, hanya memberikan kredit kepada nasabah yang masih punya prospek usaha yang bagus, yang diyakini tidak akan menambah panjang daftar nasabah yang menunggak pengembalian kredit.

Dengan suntikan kredit perbankan, bisa mempercepat berakhirnya kelesuan ekonomi, berganti kegairahan baru. Sehingga, pertumbuhan ekonomi tidak lagi negatif dan lapangan kerja kembali terbuka.

Hanya saja, sepertinya pihak bank masih takut-takut, dan menunggu keberhasilan program vaksinasi untuk mengatasi penularan Covid-19. Jika jumlah kasus baru Covid-19 mulai konsisten menurun dari hari kehari, kinerja bank akan kembali pulih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun