Kemudian, banyaknya kendaraan bermotor yang telah berganti pemilik tanpa balik nama, juga menjadi penghalang. Soalnya, surat pelanggaran ETLE akan dikenakan dan dikirimkan kepada pemilik yang namanya tertera pada STNK dan BPKB.
Memang, belum jelas, kapan pola tersebut mulai berlaku, mengingat saat ini baru 3 provinsi yang punya ETLE, yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Itu pun baru sebagian kecil di jalan-jalan utama kota (kompas.com, 25/1/2021).Â
Jadi, masalah utama bukan soal bagaimana mekanisme tilang, namun bagaimana menumbuhkan kesadaran masyarakat. Jangan berharap dengan memakai peralatan yang canggih, otomatis budaya masyarakat bisa seketika berubah.Â
Demikian pula budaya kerja di kepolisian, meskipun instruksi dari atasan tidak boleh lagi tilang di tempat, belum tentu langsung betul-betul hilang praktik uang damai. Yang namanya oknum, biasanya selalu ada saja.
Sepertinya masyarakat juga tidak berharap yang muluk-muluk dari isu peniadaan tilang di jalan raya. Buktinya, di media massa atau media sosial tidak ramai yang menanggapi hal ini, bukan karena telah siap mental dan berperilaku tertib, tapi karena cuek dengan prinsip: "jalani aja dulu".