Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Cagub Sumbar Mulyadi Jadi Tersangka, Kualat ke PDIP?

6 Desember 2020   00:01 Diperbarui: 6 Desember 2020   00:01 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mulyadi (indeksnews.com)

Pilgub Sumbar yang akan berlangsung 9 Desember mendatang, kembali diwarnai "drama" lagi. Apakah ini drama berseri atau sebuah episode baru yang terlepas dari drama sebelumnya, perlu dicermati lebih lanjut.

"Drama" terdahulu bermula dari pernyataan Puan Maharani yang menjadi berita hangat pada awal September lalu. Momennya adalah ketika mengumumkan cagub dan cawagub Sumbar yang didukung PDIP yang pilihannya jatuh pada paslon Mulyadi- Ali Mukhni.

Mulyadi sendiri adalah kader Partai Demokrat yang saat ini menjadi anggota DPR RI, sementara Ali Mukhni adalah  kader Partai Amanat Nasional (PAN) yang menjadi Bupati Padang Pariaman. 

Kenapa PDIP tidak mengusung kadernya sendiri? Itu karena kursi PDIP di DPRD Sumbar sangat kecil, mau tak mau harus berkoalisi dengan partai lain. PDIP memang partai nomor satu secara nasional, tapi di Sumbar, PDIP peringkatnya jauh di bawah partai-partai lain.

Seperti yang dilansir dari detik.com (6/9/2020),  ucapan Puan "semoga Sumbar dukung negara Pancasila" berujung panjang, menjadi polemik dan bergulir bak bola salju.

Sejumlah tokoh Sumbar menyatakan keberatan dan mengkritik apa yang disampaikan putri Ketua Umum PDIP tersebut. Lalu, paslon Mulyadi-Ali Mukhni pun, mungkin karena merasa dukungan PDIP akan menjadi bumerang, memilih tindakan yang tergolong berani, yakni mengembalikan dukungan itu kepada PDIP.

Masalahnya, ketika Mulyadi mengembalikan Surat Keputusan (SK) dukungan dari PDIP, barangkali hanya berpikir pendek, bahwa PDIP lagi tidak disukai warga Sumbar, maka cara terbaik adalah menjauh dari PDIP.

Padahal, kalau saja Mulyadi terpilih jadi gubernur, ia akan menjadi wakil pemerintah pusat di daerah. Jelas, hubungan baiknya dengan pemerintah pusat dan DPR sangat menentukan, dan itu berarti Mulyadi harus pintar-pintar mengambil hati para petinggi PDIP.

Di lain pihak, Partai Demokrat tempat Mulyadi bernaung, hubungannya terlihat kurang mesra dengan PDIP dan juga partai lain yang berkoalisi membantu Presiden Jokowi. Demokrat memang tidak terang-terangan menyebut sebagai partai oposisi seperti halnya PKS, tapi karena tidak ada wakilnya di pemerintahan, gampang diduga, Demokrat lebih dipersepsikan sebagai pihak yang berseberangan dengan pemerintah.

Sewaktu Mulyadi mengembalikan SK ke PDIP, respon PDIP biasa saja, tidak terlontar kecaman yang berlebihan. Padahal, siapa tahu, boleh jadi pengurus PDIP merasakan kekecewaan yang dalam. Bukankah kalau dipikir-pikir, tindakan Mulyadi bisa ditafsirkan memandang rendah arti dukungan PDIP, mentang-mentang dengan dukungan Demokrat dan PAN saja, proses pencalonannya telah memenuhi syarat.

Oke, anggap saja "drama" babak pertama telah tamat. Mulyadi-Ali Mukhni pun sibuk berkampanye dan difavoritkan memenangkan pilkada Sumbar. Namun, paslon lain yang juga favorit adalah Nasrul Abit-Indra Catri (masing-masing adalah Wagub Sumbar dan Bupati Agam), yang diusung oleh Partai Gerindra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun