Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jatuh dari Posisi Puncak? Sakitnya Tuh di Sini

5 Desember 2020   00:01 Diperbarui: 5 Desember 2020   00:16 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. intisari.grid.id

Kalau memang akhirnya akan jatuh juga, lebih enak jatuh dari ketinggian 1 meter atau dari 10 meter? Ah, anak SD juga tahu, jatuh dari tempat yang lebih tinggi akan lebih berbahaya. Bahkan, bisa menewaskan seseorang. Makanya, tak sedikit yang memilih menjatuhkan diri dari ketinggian sebagai cara bunuh diri.

Tapi, kalau sekiranya tidak pakai jatuh, lebih bagus mana untuk melihat pemandangan, dari ketinggian 1 meter atau 10 meter? Ah, itu pertanyaan gampang lagi, jelas yang 10 meter dong. Makanya, di banyak kota besar selalu ada menara untuk observation deck yang menjadi destinasi wisata, seperti Tugu Monas di Jakarta.

Ya, udah, kalau itu pertanyaan gampang, kita tinggalkan saja, mari pindah topik. Begini, saya mengakhiri karier di sebuah BUMN dengan jabatan terakhir "hanya" kepala divisi. Itu posisi yang lebih rendah dibanding sangat sedikit teman saya yang jadi direktur, tapi lebih tinggi dari banyak teman saya yang jadi kepala bagian atau kepala cabang.

Saya punya teman akrab, sebut saja namanya Joko. Kami berbeda divisi, tapi sering satu tim bila ada workshop, bahkan pernah satu kamar di sebuah hotel saat mengikuti pelatihan singkat di luar negeri. Pada awalnya, kami selalu berada pada jabatan yang sama hingga mencapai staf senior. Namun, setelah itu, Joko lebih awal meraih jabatan kepala bagian. 

O ya, kami sama-sama masuk di perusahaan tersebut melalui jalur management trainee, yang memang merupakan program rekrutmen untuk pengkaderan pimpinan. Ya, kalau di lingkungan militer, sebut saja sebagai lulusan akademi militer, bukan yang masuk dari jalur prajurit.

Jenjang karirnya setelah selesai management trainee kira-kira seperti ini. Untuk di kantor pusat dimulai dari staf junior, staf, staf senior, wakil kepala bagian, kepala bagian, wakil kepala divisi, dan kepala divisi. Apabila jalurnya di daerah, setelah menjadi staf senior menjadi wakil kepala cabang, kepala cabang pembantu, kepala cabang, kepala cabang utama, wakil kepala wilayah, dan kepala wilayah.

Kepala divisi dan kepala wilayah berada pada eselon yang sama, dan keduanya menjadi feeder untuk menjadi anggota direksi (beberapa orang direktur dan seorang direktur utama, adakalanya juga ada wakil direktur utama).

Saya sendiri dari awal sudah mengukur diri dan merasa cocok di jalur kantor pusat karena tidak merasa berbakat di kantor cabang yang harus pintar mencari pelanggan. Ekspektasi saya, bisa meraih posisi kepala bagian, sudah mencukupi, sehingga ketika akhirnya saya dipercaya mengemban tugas lebih tinggi, tentu saja sangat saya syukuri.

Nah, saya justru lebih awal sampai di posisi kepala divisi ketimbang Joko yang lama terpaku di kepala bagian. Tapi, pada dasarnya Joko memang seorang pekerja yang lebih ulet ketimbang saya yang cenderung santai. Saya sama sekali tidak kaget, bila Joko akhirnya naik menjadi wakil kepala divisi, kepala divisi, dan wow, ia jadi direktur, sementara saya malah tetap bertahan di posisi kepala divisi.

Tapi saudara-saudara, jabatan kan tidak bisa dipegang selamanya. Ternyata, oh ternyata, Joko duduk di posisi empuk itu hanya selama satu setengah tahun, lalu sekarang menjadi pengangguran elit. Disebut elit, karena kekayaannya sudah lebih dari mencukupi, meskipun tidak lagi bekerja.

Dari penuturannya, Joko mengaku sangat legowo. Saya percaya karena saya tahu ia tidak terlalu ambisius, tidak ikut-ikutan bermain politik demi jabatan. Tapi, dari cerita Joko, ada beberapa temannya sesama direktur yang juga dihentikan sebelum waktunya (normalnya satu periode jabatan direktur adalah untuk 5 tahun), yang sangat shock.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun