Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

UU Cipta Kerja Permudah Impor Pangan, Masa Depan Petani Makin Suram?

15 Oktober 2020   10:10 Diperbarui: 15 Oktober 2020   10:14 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila memperhatikan kelompok yang melakukan demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja, yang dominan adalah kelompok pekerja dan kelompok mahasiswa. Tentu selain itu ada juga mereka yang sekadar ikut-ikutan meskipun tidak paham substansi UU tersebut, seperti pengakuan para pelajar yang diamankan pihak kepolisian.

Sebetulnya, mengingat cakupan UU yang menghebohkan itu sangat luas, reaksi dari kelompok profesi lain, khusus para petani, menarik untuk ditunggu. Hanya saja, sebagaimana gambaran kebanyakan petani, mereka termasuk golongan masyarakat yang pendidikannya tidak setinggi profesi lainnya, serta relatif belum melek politik.

Memang ada organisasi yang menghimpun para petani, tapi yang menjadi pengurus, bukan petani yang berkubang di sawah atau kebun. Padahal, dikaitkan dengan UU Cipta Kerja, diperkirakan ada ketentuan yang berdampak negatif terhadap masa depan petani kita, kecuali pemerintah telah menyiapkan strategi lain yang belum diungkapkan kepada publik.

Harian Kompas (8/10/2020) menurunkan laporan mengenai sejumlah pasal dalam RUU Cipta Kerja yang mengubah sejumlah pasal dalam UU yang berhubungan dengan pangan, pertanian, dan perlindungan petani. Ringkasnya, dengan UU Cipta Kerja, impor pangan menjadi semakin mudah.

Bisa jadi pemerintah tak bisa mengelak lagi, harus lebih membuka pasar Indonesia untuk masuknya pangan impor karena mematuhi perjanjian perdagangan global melalui Organisasi Perdagangan Dunia dan juga perjanjian multilateral.

Tapi, melihat cara negara-negara maju dalam melindungi petani dan nelayannya dengan segala cara, bahkan termasuk membeli mahal produk pangan mereka sendiri seperti di Jepang dan Uni Eropa, maka meskipun RUU Cipta Kerja nantinya sudah efektif berlaku, tetap ada peluang bagi pemerintah untuk menyiapkan strategi lain.

Seperti diketahui, UU Cipta Kerja masih akan dilanjutkan dengan penyusunan peraturan pelaksanaan yang lebih bersifat teknis. Bisa saja nantinya dibuat persyaratan yang lebih ketat terhadap spesifikasi pangan yang boleh diimpor, contohnya dengan memperketat aturan higienitas dan keamanan pangan. 

Di lain pihak, pemerintah perlu pula melindungi petani dari serbuan pemodal yang rakus tanah, yang sangat agresif mengkonversi lahan pertanian menjadi lahan untuk industri, perumahan, atau berbagai proyek lainnya. Jangan sampai para petani terlempar dari lahannya sendiri dengan masa depan yang semakin tidak pasti.

Sekarang saja sebetulnya bila melihat produk pangan yang dijual di supermarket dan juga telah merambah pasar tradisional, betapa banyaknya buah-buahan impor yang membuat buah-buahan lokal terdesak.

Pandemi Covid-19 sekarang ini yang memakan korban demikian banyak, diharapkan semakin meningkatkan kesadaran pemerintah dan pihak lain yang terkait tentang betapa vitalnya masalah ketahanan pagan. Tapi, perlu disepakati, tak kan tercipta ketahanan pangan tanpa kesejahteraan petani dan nelayan.

Bila menjadi petani identik dengan menjadi miskin, akan membuat profesi petani yang sebetulnya sangat terhormat itu, menjadi semakin tidak diminati, bahkan oleh anak-anak petani itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun