Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kritik terhadap Film "Tilik", Jangan Generalisasi Wanita Berjilbab Suka Berghibah

24 Agustus 2020   00:07 Diperbarui: 24 Agustus 2020   07:56 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru saja di grup WA yang saya ikuti, seorang teman menuliskan pendapatnya yang merupakan kritik terhadap film yang lagi hangat dibicarakan publik dalam beberapa hari terakhir ini, yakni film pendek berjudul "Tilik".

Saya tidak tahu pasti apakah si teman sekadar menyalin pendapat orang lain dan meneruskannya ke grup WA yang saya ikuti, atau betul-betul murni pendapat pribadinya.

Dua hal yang menjadi catatan teman tersebut, pertama, pemainnya semua berjilbab, seolah orang berjilbab itu tukang berghibah. Kedua, mengatakan kelemahan suami kepada orang lain ("bojoku wis ora iso Attahyat", artinya "suamiku sudah tidak bisa Attahyat"). 

Attahyat yang dimaksud di sini bukan bagian dari salat dalam agama Islam, namun semacam kiasan untuk mengatakan impoten, yang terlihat dari gerakan jari tangan yang terangkat, seolah simbol ereksi.

O ya, tentang ghibah, saya sendiri tidak terlalu paham arti yang sesungguhnya, tapi kira-kira dalam bahasa sehari-hari adalah bergunjing. Contohnya menceritakan kejelekan atau aib orang lain. Atau bisa pula berprasangka buruk yang belum pasti kebenarannya.

Sebelum saya menanggapi pendapat teman saya itu, saya merasa perlu menuliskan pendapat saya sendiri yang sangat terhibur dengan "Tilik". Meskipun film pendek, saya puas dengan gaya kesederhanaan para pemainnya dan juga alur ceritanya.

Saya memang bukan orang yang memahami bagaimana menilai sebuah film yang baik. Namun demikian, saya bisa menggambarkan bahwa sutradara yang sangat saya gemari adalah almarhum Teguh Karya. Film-filmya banyak bercerita tentang kejadian sehari-hari, yang orang kebanyakan seperti saya, mungkin pernah atau sering mengalami. Sehingga film-filmnya terkesan natural dan penonton merasa "masuk" dalam ceritanya.

Jika sebuah film bercerita tentang orang yang tinggal di rumah mewah, menggunakan mobil mewah, tapi tidak terlalu jelas apa pekerjaannya, bukan jenis film yang saya sukai. Lagi pula, menurut saya, orang Indonesia yang bergelimang kemewahan, sangatlah sedikit, mungkin tidak sampai satu persen penduduk. 

Nah, bagi yang sudah menonton "Tilik", tentu bisa paham, kenapa saya menyukainya, karena mengisahkan hal yang sangat biasa terjadi di sebuah desa.  Bagi yang belum sempat menonton, film ini setting-nya sangat sederhana, banyak berlangsung dalam sebuah truk yang di atas baknya sekelompok wanita berjilbab menumpang sambil berdiri. 

Dalam perjalanan di atas truk menuju ke sebuah rumah sakit untuk membesuk istri kepala desa yang lagi dirawat, sebagian dari mereka berghibah. Tilik sendiri adalah kata dalam bahasa Jawa, yang dalam bahasa Indonesia berarti menjenguk.

Selayaknya orang desa di kawasan Yogya, mereka beramai-ramai menggunakan truk yang juga milik sesama warga. Adalah Bu Tejo yang memulai bergosip ria dengan topik seputar tingkah laku Dian, kembang di desa tempat mereka tinggal. Kata Bu Tejo, berdasarkan data yang ada di laman Facebook, Dian adalah wanita yang tidak benar. Cara Bu Tejo memprovokasi ibu-ibu lainnya, membuat penonton gregetan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun