Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Manajemen Risiko Bank, Tidak Membumi dan Sekadar Memenuhi Regulasi?

8 Juli 2020   08:08 Diperbarui: 8 Juli 2020   11:38 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. skmtraining.co.id

Unit MR pula sebagai pertahanan lapis kedua yang bertugas memantau pengelolaan risiko, memetakan risiko dan memberikan peringatan kepasa semua unit bisnis secara berkala, tentang risiko yang berpotensi akan muncul pada masa mendatang. 

Artinya, sifat dari pertahanan lapis kedua ini adalah prediktif. Berbeda dengan lini ketiga yang bertugas untuk "menangkap" orang yang bersalah setelah terjadi sesuatu. 

Jadi, antara lapis kedua dan ketiga harus saling melengkapi. Yang satu mengatakan "harus hati-hati", yang lain menangkap mereka yang masih saja melanggar meskipun sudah diperingatkan.

Nah, terhadap pentingnya suatu audit yang independen, tak perlu diragukan lagi. Namun, terhadap cara unit MR memberikan peringatan, inilah yang dirasakan sebagai terlalu teoritis dan tidak membumi. Rekomendasi yang diberikan unit MR biasanya bersifat normatif dan kurang aplikatif.

Masalahnya, banyak karyawan bank yang belum mempunyai  budaya sadar risiko yang memadai. Tugas-tugas terkait laporan MR, lebih dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan regulasi saja, karena hal ini diatur dan dipantau oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam hal ini, setiap bank wajib menyusun risk profile banknya setiap triwulan dengan metode self assessment dengan cara memberi skor terhadap berbagai parameter. 

Skornya berupa angka 1 sebagai risiko paling rendah hingga 5 sebagai risiko tertinggi. Sering pula skor tersebut dihiasi simbol warna, dari hijau tua (skor 1), hijau muda (skor 2), kuning (3), oranye (4), dan merah (5).

Karena profil risiko tersebut harus dilaporkan ke OJK, sering bank dengan bangga memperlihatkan rapornya yang hijau muda, dalam arti secara overall punya skor 2 (dengan risiko low to moderate). 

Padahal bila ditelusuri dari temuan auditor, baik dari audit internal sebagai pertahanan lapis ketiga, maupun dari audit yang dilakukan oleh pihak eksternal, rapor hijau tersebut tidak sinkron.

Temuan audit tersebut tidak saja yang bersifat klasik seperti kolusi dalam pengucuran kredit yang berakibat membengkaknya kredit macet, tapi juga yang berkaitan dengan transaksi elektronik. Banyak pengaduan di mana nasabah merasa tidak bertransaksi, tapi saldo rekeningnya terdebet alias berkurang.

Jangan lupa, publik sendiri bisa mengikuti dari media massa, betapa masih sering terjadi berbagai kasus di banyak bank. Sebuah bank milik negara di kantor cabangnya di Ambon, sebagai misal, pada akhir tahun lalu dihebohkan dengan kasus pembobolan dana nasabah sejumlah lebih dari Rp 50 miliar. Ironisnya, pelakunya adalah pejabat di kantor cabang itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun