Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Di Jakarta Tak Dapat Uang, Mau Pulang Kampung Dilarang

29 Maret 2020   00:07 Diperbarui: 29 Maret 2020   07:54 4962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang asal Minang di Pasar Tanah Abang (dok. grid.id)

Rata-rata mereka yang seprofesi berasal dari desa yang sama. Ramai-ramai mengadu nasib di Jakarta, setelah ada satu dua orang sebagai pionir yang sukses terlebih dahulu. Kemudian mereka ramai-ramai juga pulang mudik saat lebaran, dan sekarang pulang ketika di Jakarta mereka tidak lagi bisa mencari uang.

Mereka pekerja tangguh yang tahan banting. Di Jakarta mereka kos atau mengontrak di gang sempit dengan satu kamar untuk beberapa orang, bahkan ada yang terpaksa bergantian tidur. Ada yang berjualan siang dan tidurnya malam, dan ada yang sebaliknya.

Lalu mereka rajin mengirim uang kepada istri dan anaknya di kampung. Yang punya rezki lebih tak sedikit pula yang menyumbang untuk pembangunan jalan atau masjid di kampungnya.

Sekarang saat mereka terkapar di ibu kota, kampung halaman menolak kehadirannya, alangkah nelangsanya. Tapi itulah memang pengorbanan berganda yang harus dipikulnya. Berganda karena kelaparan di Jakarta dan ditolak pulang ke kampungnya sendiri.

Dalam wawancaranya dengan youtuber Deddy Corbuzier, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga berpendapat sama, warga Jakarta jangan pulang kampung dulu, termasuk menyambut puasa dan saat lebaran yang waktunya sudah dekat ini.

Pedagang asal Minang di Pasar Tanah Abang (dok. grid.id)
Pedagang asal Minang di Pasar Tanah Abang (dok. grid.id)
Tapi masalahnya tidak sesederhana itu. Kalau di tanah perantauan tidak dapat uang, para perantau merasa lebih nyaman kembali ke kampung, meskipun di kampung juga belum tentu dapat uang.

Dengan suasana keguyuban di kampung halaman, bila sekadar utuk makan, mungkin bisa mereka dapatkan. Apa yang tumbuh di kampung seperti singkong, jagung, sayuran, dan sebagainya, bisa diolah menjadi makanan. 

Sementara bila bertahan di Jakarta, sudahlah tidak dapat uang, biaya untuk kos harus tetap dikeluarkan.

Boleh-boleh saja larangan pulang kampung bagi para perantau itu dilakukan. Namun alangkah baiknya bila disertai dengan mendapatkan uang kompensasi dari bantuan sosial yang disiapkan pemerintah. Atau bisa juga dari sumbangan para pengusaha besar melalui program corporate social responsibility (CSR).

Kita tunggu saja seperti apa pendistribusian program stimulus yang disusun oleh pemerintah. Berita tentang hal ini telah mengemuka di media massa. 

Apakah para perantau yang mencari nafkah di sektor informal di Jakarta dan kebanyakan masih memakai KTP kampung asalnya, bisa kebagian kompensasi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun