Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menyebarkan Brosur Iklan, Masih Efektif?

28 Januari 2020   00:07 Diperbarui: 29 Januari 2020   17:55 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi membaca iklan/brosur. (sumber: AndroidPolice via kompas.com)

Setiap memasuki pasar swalayan langganan saya di kawasan Jakarta Selatan, selalu saja saya disambut oleh beberapa orang yang membagikan brosur iklan. Ada yang menawarkan kredit mobil, kredit rumah, investasi kebun kurma, dan sebagainya.

Tapi saya menolak mengambil brosur itu dengan cara sesopan mungkin. Saya tersenyum, mengucapkan terima kasih, dengan gerak tangan yang memberikan kode "tidak".

Ya, saya tidak mau mengambil brosur karena akan menambah pekerjaan saya buat membuangnya ke tong sampah. Saya khawatir kalau saya membuang ke tong sampah yang ada di pasar swalayan itu, tentu akan menyinggung perasaan si pemberi brosur.

Namun kalau saya membawa brosur tersebut ke rumah, giliran tong sampah di rumah saya yang cepat penuh. Kalau saya tumpuk saja di suatu tempat karena merasa suatu waktu info di brosur tersebut mungkin diperlukan, akan memenuhi tempat saja, di samping nantinya akan dimakan rayap.

Toh kalau nanti saya betul-betul butuh informasi, tinggal berselancar di dunia maya saja. Jelaslah, meskipun terkadang saya merasa kasihan dengan tukang bagi brosur, tapi akhirnya saya memilih untuk jujur, bahwa saya tidak membutuhkannya.

Namun saya pernah dapat cerita dari seorang teman, kalau pun kita ambil brosur itu dan membuangnya ke tong sampah di depan mata petugas yang membagikannya, si petugas tidak akan tersinggung.

Menurut teman saya, si pembagi brosur sudah menduga bahwa hanya sekitar 1 atau 2 persen saja dari si penerima brosur yang akan menyimpannya dan berpotensi untuk membeli produk yang ditawarkan melalui brosur itu.

Bahkan kalau jam kerja si petugas sudah habis, padahal masih tersisa brosur di tangannya, brosur itu akan dibuang sendiri ke tong sampah oleh si petugas itu.

Soalnya si petugas harus segera melapor ke bosnya di kantor bahwa semua brosur telah habis dibagi kepada orang-orang yang ditemuinya. 

Pertanyaannya, bila hanya 2 persen yang tertarik dengan brosur, kenapa masih banyak perusahaan yang setia mencetak brosur?

Nah bagi pemilik usaha, ada 1 dari 100 orang yang menerima brosur yang akan membeli produknya, itu sudah menyenangkan. Ongkos cetak brosur akan tertutupi dari laba penjualan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun