Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pacaran dengan Atasan Vs Pacaran dengan Bawahan

15 Desember 2019   10:10 Diperbarui: 15 Desember 2019   10:25 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebetulnya di pandang dari sisi manapun, bagi mereka yang sudah berkeluarga, terlibat pacaran di tempat kerjanya, baik dengan atasan, teman kerja, atau dengan bawahan, adalah sesuatu yang harus dihindari.

Kalau salah satu masih bujangan, khususnya jika yang masih single itu pihak perempuan, meskipun salah, tingkat kesalahannya lebih kecil ketimbang seorang istri yang berselingkuh dengan brondong bujangan.

Alasannya sederhana saja. Praktik poligami masih diperkenankan dengan sejumlah syarat, namun tidak untuk poliandri atau wanita yang punya suami dua orang atau lebih pada saat bersamaan.

Jadi kalau seorang atasan pria memacari  wanita bawahannya, dengan niat dijadikan istri kedua dan syarat untuk berpoligami bisa dipenuhinya, ya silahkan dipertimbangkan, apakah kebaikannya lebih besar ketimbang keburukannya.

Adapun bila antar teman se-kantor saling bermain asmara dan keduanya sama-sama belum terikat perkawinan, ini hal biasa dan tidak perlu dibahas lebih jauh.

Nah, anggaplah ada seorang pria pejabat level menengah di sebuah kantor yang ingin pacaran dengan wanita di kantor tersebut. Kebetulan ia naksir karyawati baru, bawahannya sendiri yang masih single. 

Namun ia juga diberi angin oleh bosnya yang seorang wanita berusia 40-an tahun tapi masih lajang. Karena ada dua pilihan, si pria ini jadi bingung. Nah, menurut anda sebaiknya ia pilih yang mana?

Kalau berbicara etika, apalagi dikaitkan dengan agama, seharusnya tidak satupun yang harus dipilih. Soalnya si pria ini sudah punya istri dan dua orang anak. Berselingkuh itu enak awalnya, tapi sengsara di ujungnya.

Tapi kita fokus untuk menjawab pertanyaan di atas saja. Pilihannya hanya ada dua, pacaran dengan atasan atau dengan bawahan. Memacari keduanya atau tidak memacari keduanya, tidak tersedia sebagai pilihan.

Dari sisi kebebasan, pacaran dengan bawahan lebih oke ketimbang dengan atasan. Dalam birokrasi orang kantoran, semakin tinggi jabatan, semakin besar tingkat kebebasannya.

Jadi dalam kasus di atas, jika di pandang dari sisi si lelakinya, karena ia memacari bawahannya, maka yang memegang kendali adalah ia sendiri. Itu berkaitan dengan jabatannya yang lebih tinggi.

Tapi dari sisi kemungkinan cepatnya ketahuan oleh orang lain, pacaran dengan bawahan lebih riskan. Kemungkinan si bawahan keceplosan ngomong ke teman-temannya, lebih besar. Bahkan bisa saja bukan keceplosan, tapi sengaja dibocorkan.

Soalnya ada tipe bawahan yang bangga bila teman-temannya tahu bahwa ia sukses memikat hati bosnya. Padahal dari sisi si bos, hal-hal beginian menjadi ketakutan tersendiri bila menjadi rahasia umum.

Maka kalau asumsinya ingin menjaga rahasia, pacaran dengan atasan lebih aman, karena si atasan sangat berhati-hati untuk tidak keceplosan. Di tengah banyak orang si atasan akan bersikap sewajar mungkin, tidak akan memberikan perhatian khusus pada bawahan yang jadi pacarnya.

Tapi jika yang disebut atasan itu levelnya sudah termasuk top management, akan sangat sulit menutup rahasia. Karena orang-orang di ring satu si bos, selalu mengelilinginya. 

Bahkan termasuk sopir atau ajudan biasanya tahu siapa selingkuhan si bos. Siapa yang menjamin kalau orang dekat si bos tidak akan keceplosan. 

Apalagi kalau si bos sudah termasuk public figure yang sering dicari wartawan sebagai sumber berita, hal-hal yang bersifat pribadi pun akan terendus oleh para wartawan.

Pacaran dengan atasan juga ada keuntungan lain, seperti kemungkinan cepat dipromosikan oleh si bos, dikirim pelatihan ke luar negeri, atau mendapat keistimewaan lainnya. 

Secara finansial pun, pacaran dengan atasan, bisa mendatangkan surplus. Sementara kalau memacari bawahan, siap-siap untuk defisit, kalau si pacar ngelunjak minta dibelikan barang mahal.

Sepertinya jawaban atas pertanyaan di atas sudah mengarah, pacaran dengan atasan lebih menguntungkan ketimbang dengan bawahan. Tapi begitu parameter yang dipakai adalah kecantikan, maka tak pelak lagi, tentu dengan bawahan yang masih muda, lebih oke.

Demikian saja tulisan ecek-ecek ini, tolong jangan dibaca secara serius. Ini hanya intermezo di hari Minggu, yang terinspirasi dari isu yang terjadi di Garuda Indonesia. 

Tulisan ini awalnya hanya diniatkan merespon isu yang berkaitan dengan mantan orang nomor satu di Garuda yang diduga berselingkuh dengan salah satu pramugari. Kemudian si pramugari jadi bertingkah kayak bos juga di maskapai penerbangan itu.

Tapi setelah diskusi dengan beberapa orang teman dari berbagai perusahaan dan instansi, ternyata isu sejenis juga banyak ditemukan di tempat teman-teman itu bekerja. 

Memang sebagian besar yang menjalin relasi spesial itu relatif aman-aman saja, dalam arti tidak ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan. Artinya, isu di Garuda dianggap pengecualian.

Pengecualian di Garuda karena menghebohkan secara nasional. Namun pengecualian secara lokal, dalam arti menimbulkan kehebohan di perusahaan itu saja, lumayan banyak pula. 

Ini terjadi bila salah satu pihak, biasanya yang karyawati, merasa dilecehkan dan mengadukan ke atasan dari karyawan yang melecehkannya.

Soal pelecehan, kebetulan tidak masuk ruang lingkup tulisan ini, itu perlu pembahasan tersendiri. Asumsi yang digunakan dalam tulisan ini adalah "suka sama suka".

Dari cerita teman-teman tersebut, variasi suka sama suka dimaksud, ada yang pacaran dengan atasan, ada pula yang dengan bawahan. Namun, selain karena alasan agama, tetap saja idealnya janganlah berselingkuh. 

Tak ada pengaduan, bukan berarti tak ada korban. Pasti ada yang perasaannya terluka, minimal dari keluarga yang merasa dikhianati. Toh, yang namanya barang busuk, lambat atau cepat, akan ketahuan juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun