Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Apakah Pola BTN Akan Menjadi Standar Pergantian Pengurus Bank-bank BUMN?

9 Desember 2019   00:07 Diperbarui: 9 Desember 2019   09:28 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi BTN.| Sumber: Dokumentasi BTN

Bank Tabungan Negara (BTN) telah menuntaskan pergantian pengurus dengan digelarnya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Rabu (27/11/2019) lalu. Ketika itu, Pahala Mansyuri yang sebelumnya adalah Direktur Keuangan Pertamina, dipilih menjadi Direktur Utama BTN.

Menarik mencermati bahwa BTN dalam waktu relatif singkat, hanya dalam rentang waktu sekitar tiga bulan, menyelenggarakan RUPSLB sebanyak dua kali. 

Sebelum RUPSLB di atas, BTN telah pula menyelenggarakan hal serupa tanggal 29 Agustus 2019, ketika Rini Soemarno di ujung masa jabatannya sebagai Menteri BUMN masih sempat-sempatnya melakukan pergantian pengurus.

Namun Rini melakukan blunder karena direktur utama yang dipilihnya, Suprajarto yang saat itu masih menjabat sebagai Direktur Utama BRI, menolak dipindahkan ke BTN. Sehingga mau tak mau, setelah Menteri BUMN beralih ke Erick Thohir, harus segera ditetapkan direktur utama yang definitif.

Ternyata yang dilakukan Erick tidak sekadar mengisi posisi direktur utama yang sedang kosong, tapi malah merombak pengurus. 

Dari jajaran komisaris, sang komisaris utama Asamawi Syam (yang merupakan Direktur Utama BRI sebelum diganti oleh Suprajarto) terpental dari kursinya. Padahal Asmawi baru sekitar enam bulan menduduki kursi komisaris utama.

Jumlah komisaris yang sebelumnya 8 orang disusutkan jadi 6 orang. Hanya seorang komisaris lama yang masih bertahan, yakni Eko Djoeli Heripoerwanto. Komisaris lainnya adalah orang baru. Yang perlu dicatat tentu saja sosok komisaris utama yang dipilih Erick, Chandra Hamzah, yang mantan komisioner KPK.

Chandra Hamzah, Komut BTN (dok. kompas.com)
Chandra Hamzah, Komut BTN (dok. kompas.com)
Adapun jajaran direksi juga mengalami penciutan, dari 9 orang menjadi 8 orang. Di samping Pahala Mansyuri sebagai direktur utama, tujuh direktur lainnya terdiri dari empat orang direktur lama dan tiga orang wajah baru.

Tak heran kalau banyak pengurus tiga bank BUMN lainnya, yakni BRI, Mandiri, dan BNI, lagi ketar-ketir, termasuk mereka yang relatif baru menjabat. Jangan-jangan perombakan ala BTN akan melanda bank mereka.

Kecemasan itu mungkin lebih banyak dialami anggota komisaris, mengingat yang nyaris dirombak total di BTN adalah jajaran yang bertugas menjadi pengawas itu. 

Soalnya Erick dengan berani menghilangkan "jatah"pejabat kementerian yang selama ini seperti tak tergoyahkan menduduki kursi komisaris bank-bank BUMN. 

Lazimnya, pejabat tersebut berasal dari deputi atau yang setara di Kementerian BUMN dan dirjen atau yang setara di Kementerian Keuangan. Selain itu juga ada yang berasal dari mantan pejabat Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan guru besar di Perguruan Tinggi Negeri.

Tentu ada kemungkinan pula para komisaris tersebut diangkat karena kedekatannya dengan petinggi partai koalisi pendukung pemerintahan, atau mantan tim sukses sewaktu kampanye pilpres sebelumnya.

Kehilangan jabatan komisaris BUMN bagi pejabat aktif di kementerian, jelas menghilangkan sumber rezeki yang besar, bahkan melampaui gaji resmi mereka sebagai pejabat kementerian.

Tapi itulah mekanisme yang diambil Erick. Justru para deputi menteri dimutasi oleh Erick menjadi direksi di BUMN. Contohnya Wahyu Kuncoro, yang menjabat Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN, dimutasi menjadi Wakil Direktur Utama PT Pegadaian (Persero). Ada beberapa deputi lagi yang senasib.

Mutasi tersebut di atas sekaligus berarti membuat Wahyu harus melepaskan jabatan lainnya sebagai Wakil Komisaris Utama di bank yang paling besar perolehan labanya di Indonesia sejak 14 tahun lalu, BRI.

Adapun bagi jajaran direksi bank-bank BUMN (selain BTN yang sudah dirombak), di samping cemas bila dicopot dari kursinya, andaipun tetap dipertahankan mungkin juga punya kecemasan lain.

Kecemasan lain dimaksud adalah bila komisaris utama di banknya diganti oleh figur setipe dengan Ahok yang menjadi Komisaris Utama Pertamina atau Chandra Hamzah di BTN.

Kedua sosok di atas diyakini tidak seakomodatif komisaris yang selama ini bertugas di bank-bank BUMN, karena cenderung setuju dengan apapun rencana direksi dan setuju pula dengan laporan realisasi dari rencana bisnis itu.

Kalaupun ada sedikit perbedaan pendapat, komisaris hanya memberikan catatan atas hal-hal yang perlu mendapat perhatian direksi. Jadi pola respon komisaris terhadap laporan direksi biasanya gampang terbaca, yakni : "setuju dengan beberapa catatan".

Jelas, irama kerja seperti itu adalah irama yang win-win, direksi gembira, komisaris juga senang. Tapi gara-gara itu mungkin prestasi bank BUMN belum terpacu untuk meraih kinerja yang lebih baik ketimbang apa yang dicapai sekarang.

Pertanyaannya, apakah pola perombakan seperti di BTN akan menjadi standar yang juga bakal diterapkan di bank-bank BUMN lainnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun