Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Peringatan Hari Museum Nasional, Seberapa Menarik bagi Generasi Milenial?

12 Oktober 2019   04:12 Diperbarui: 12 Oktober 2019   09:15 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Nasional Jakarta (tribunnews.com)

Mungkin tidak banyak di antara kita yang ingat bahwa setiap tanggal 12 Oktober diperingati sebagai Hari Museum Nasional Indonesia. Soalnya, masyarakat Indonesia secara umum kurang punya perhatian pada museum.

Tahun ini sejumlah acara dilakukan di banyak museum yang tersebar di beberapa kota, tapi acara puncaknya digelar di Museum Fatahillah di kawasan kota tua Jakarta, dari tanggal 7 sampai 13 Oktober 2019.

Pemilihan tanggal 12 Oktober adalah berdasarkan kesepakatan para ahli permuseuman yang menjadikan momen Musyawarah Museum se-Indonesia yang pertama kali diadakan di Yogyakarta pada tanggal 12 Oktober 1962, sebagai tonggak sejarah bagi perkembangan museum di tanah air. 

Meskipun sudah banyak kemajuan yang diraih, permuseuman kita masih tertinggal dibanding negara-negara maju. Di sana, museumnya telah ditata sedemikian rupa sehingga mampu menjadi objek wisata yang menarik.

Sedangkan di negara kita, museum secara umum masih dianggap sebagai sarana pendidikan semata. Makanya pengunjung museum kebanyakan adalah rombongan dari sekolah tertentu yang sibuk mencatat penjelasan dari pemandu museum, karena nantinya harus membuat karya tulis tentang museum tersebut.

Tapi dalam perkembangannya, khususnya sejak lima tahun terakhir ini, mulai bermunculan museum yang ditata seperti di luar negeri, sehingga juga memberikan hiburan yang menjadi magnet bagi wisatawan lokal ataupun wisatawan mancanegara.

Museum Nasional di Jakarta Pusat yang terkenal sebagai Museum Gajah sudah berbenah dengan tampilan yang lebih kekinian. Demikian pula beberapa museum yang terletak di kawasan kota tua, Jakarta Utara, seperti Museum Sejarah Jakarta (lebih dikenal ebagai Museum Fatahillah), Museum Bank Indonesia, dan Museum Bank Mandiri.

Demikian pula fasilitas di dalam museum, sudah dilengkapi dengan perlengkapan audio visual secara elektronik, di samping ada tempat pemutaran film dan arena permainan interaktif yan menarik bagi anak-anak dan remaja.

Museum-museum yang disebutkan di atas masih dikelola oleh pemerintah, lembaga negara atau badan usaha milik negara. Makanya museum tersebut bersifat gratis atau memungut tarif masuk yang sangat murah, karena bukan untuk tujuan komersial.

Namun ada museum yang meskipun menarik bayaran yang lumayan mahal, tapi malah berhasil menyedot pengunjung yang padat. Museum dimaksud contohnya adalah Museum Angkut di Batu, Malang, Jawa Timur. Museum milik swasta ini punya koleksi berbagai jenis alat transportasi yang lengkap dan ditampilkan secara menarik. Tergolong luar biasa untuk ukuran Indonesia.

Keistimewaan Museum Angkut adalah banyaknya tersedia spot yang bagus untuk berfoto. Tak heran di media sosial banyak sekali bertebaran foto aneka kegiatan pengunjung di museum tersebut. Ini menjadi semacam promosi gratis yang melipatgandakan jumlah pengunjung.

Selain itu, di Museum Angkut ada banyak kios makanan terapung. Jadi, pengunjung seperti bukan berkunjung ke museum, melainkan ke theme park. Apalagi di sana ada beberapa zona seperti Zona Batavia, Zona Eropa, Zona Amerika, dan sebagainya.

Museum Angkut, Malang (dok wisatakaka.com)
Museum Angkut, Malang (dok wisatakaka.com)
Terlepas dari kemajuan beberapa museum di atas, bila kita menyadari bahwa di setiap provinsi ada museum daerah, bahkan juga di setiap kabupaten, ternyata banyak yang ditata asal-asalan saja.

Begitu pula anjungan masing-masing provinsi di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, yang juga berfungsi mirip museum, kondisinya bisa disebut sebagai menyedihkan. Padahal dulu tergolong hebat, tapi kedodoran dalam pemeliharaan.

Barangkali karena hal itulah kenapa daya tarik museum bagi generasi milenial masih rendah. Mereka punya pengalaman yang membosankan saat berkunjung ke museum bersama gurunya di sekolah. 

Akhirnya mereka terlanjur punya mindset bahwa museum identik dengan pelajaran sejarah. Padahal perhatian generasi milenial lebih banyak pada pelajaran yang lebih kekinian seperti teknologi informasi, komunikasi publik, dan sebagainya. 

Mudah-mudahan kalau acara peringatan Hari Museum Nasional ini bergaung dan pesannya sampai pada para remaja, mereka mau sesekali meluangkan waktu mengunjungi museum-museum yang telah diperbarui tampilannya. Setelah itu diharapkan mereka akan sadar bahwa ternyata museum yang ditata secara modern, bisa membuat mereka betah.

Untuk museum-museum daerah yang kondisinya masih begitu-begitu saja, perlu bekerja sama dengan pihak swasta atau perusahaan milik negara yang berminat mengucurkan dana corporate social responsibility (CSR)-nya, agar bisa dibenahi dan dilengkapi dengan sarana yang modern. 

Sedangkan bagi dunia pendidikan, menjadi tantangan tersendiri bagaimana menghasilkan sumber daya manusia yang mampu menjadi tenaga ahli dalam menangani berbagai masalah permuseuman. 

Dengan tenaga ahli yang mencukupi, manajemen museum bisa ditingkatkan kualitasnya. Pada gilirannya akan meningkatkan jumlah pengunjung yang juga berarti ada pemasukan bagi museum untuk menutupi biaya operasionalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun