Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Langkah Cerdas Pakde Karwo, Lepaskan Jabatan Partai Demi Kursi Komut BUMN

16 Agustus 2019   17:50 Diperbarui: 16 Agustus 2019   17:53 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Figur Ketua Partai Demokrat Jawa Timur, Soekarwo atau yang biasa dipanggil Pakde Karwo, sangat populer karena terbukti terpilih menjadi Gubernur Jatim selama dua periode. Begitu tak lagi jadi gubernur dan harus menyerahkannya pada Khofifah yang memenangi Pilgub Jatim, ternyata Pakde Karwo langsung dapat jabatan yang paling diidam-idamkan banyak orang.

Betapa tidak. Jabatan dimaksud memberi gaji bulanan yang tak kalah dengan gaji menteri. Padahal masuk kantornya tidak setiap hari, yang penting hadir saat rapat mingguan. Biar pantas, tentu saat rapat perlu mengeluarkan suara, bertanya atau berkomentar.

Ada lagi yang menjadi daya tarik lain, yakni mendapat bonus tahunan miliaran rupiah tergantung besar kecilnya laba tahunan. Ya, jabatan tersebut adalah komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pakde Karwo kebagian jabatan Komisaris Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, yang kantor pusatnya berada di Gresik, Jawa Timur. Enaknya lagi jadi komisaris BUMN, bisa merangkap jabatan lain karena banyak juga yang tetap aktif jadi guru besar atau malah memegang jabatan di Kementerian Keuangan atau Kementerian BUMN.

Hanya saja bagi orang partai seperti Pakde Karwo, harus melepaskan jabatannya di partai. Ini bedanya dengan menteri yang bisa tetap menjadi pengurus partai. Sekarang saja Ketua Umum Partai Golkar adalah seorang menteri.

Maka kalau Pakde Karwo akhirnya melayangkan surat permohonan dirinya untuk mundur dari pengurus Partai Demokrat, jelas langkah cerdas dari sisi manfaat individu. Uraian di atas telah cukup menggambarkan bahwa jadi komisaris BUMN malah lebih enak ketimbang menduduki kursi menteri.

Pengunduran Pakde dari partai tersebut terbaca dari berita di banyak media, antara lain di jawapos.com (15/8/2019). Nah, tinggal bagaimana ocehan pengamat politik amatiran menanggapinya.

Bila Pakde Karwo terpilih jadi komisaris karena dianggap mewakili Partai Demokrat, dapat diartikan bahwa partai ini sudah masuk lingkaran koalisi Jokowi-Ma'ruf.

Kalau betul begitu, maka Pakde hanya mundur dari kepengurusan partai, namun tetap sebagai anggota partai. Mungkin saja Pakde menyetor sebagian gajinya sebagai komisaris ke kas partai, tergantung bagaimana ketentuan internalnya bila ada kadernya yang dapat posisi dari pemerintah.

Namun bila Pakde terpilih karena kapasitas pribadinya dan bukan karena lobi-lobi politik antara Partai Demokrat dengan pemerintah, maka  Pakde bisa saja pamit seratus persen dari partai.

Kalau begitu, Partai Demokrat kehilangan salah satu kader terbaiknya. Pun tak ada kewajiban Pakde untuk "setor" ke kas partai. Bisa disebut partai dua kali rugi karena kehilangan kader sekaligus tak dapat pemasukan. Namun masalahnya lebih ke hak asasi bila partai tak memberi izin Pakde untuk mundur.

Yang mana yang betul dari dua kemungkinan di atas (Pakde Karwo dapat posisi karena wakil partai atau karena seorang profesional) tentu yang lebih tahu adalah Kementerian BUMN dan Pakde sendiri. 

Untuk penunjukan komisaris, selama ini memang tak ada kejelasan apa latar belakang seseorang terpilih. Publik hanya sebatas menduga-duga. Berbeda dengan komposisi kabinet yang terang-terangan disebut Jokowi dialokasikan 45 persen buat wakil partai dan 55 persen untuk profesional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun