Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ketika Bankir Jadi Bos Perusahaan Setrum

6 Agustus 2019   20:41 Diperbarui: 7 Agustus 2019   08:32 1767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. cnbcindonesia.com

Dari grup WhtasApp yang saya ikuti, salah seorang teman mengirim cuplikan chatting antar mantan pejabat PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau yang biasa disingkat dengan PLN. 

Tentu saja obrolan tersebut berkaitan dengan peristiwa matinya aliran listrik di sebagian Pulau Jawa, terutama di Jabodetabek, yang membuat Presiden Jokowi berang, baru-baru ini.

Saya tidak mengutip selengkapnya obrolan tersebut. Tapi saya menafsirkannya bahwa pada intinya menurut mereka yang terlibat dalam obrolan itu, menempatkan seorang bankir seperti Sofyan Basir menjadi Dirut PLN bukanlah langkah yang tepat. 

Memang yang dimarahi Presiden kemarin bukanlah Sofyan Basir yang lagi berstatus tahanan KPK. Tapi Sofyan lah yang menjadi orang nomor satu di perusahaan setrum tersebut sejak akhir 2014 sampai terkena kasus korupsi. 

Setelah Sofyan ditahan, PLN dipimpin oleh Plt Dirut Djoko Abumanan untuk beberapa bulan saja dan berlanjut lagi dengan Plt Dirut Sripeni Inten Cahyani yang apes, baru 2 hari jadi Plt Dirut langsung kena semprot Presiden.

Namun secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa peristiwa mati lampu kemarin terjadi karena ada perubahan yang dibawa Sofyan yang membawa gerbongnya berisikan beberapa personil dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sebelumnya Sofyan sukses membawa BRI sebagai bank yang paling profitable di tanah air.

Nah, pola mengelola bank yang terlalu bertumpu pada kinerja keuangan diterapkan pula di PLN. Hal ini dinilai oleh orang dalam kurang pas karena mengabaikan aspek engineering-nya. 

Sebagai contoh pembagian wilayah kerja lebih memperhatikan sisi bisnis PLN bukan keterhubungan jaringan pembangkit listrik. Sofyan juga rutin melakukan rapat seperti forum ALCO di perbankan.

ALCO tersebut merupakan singkatan dari Assets and Liabilities Committee yang beranggotakan semua anggota direksi dan semua pejabat satu level di bawah direksi. 

Untuk bank, fokus rapat ALCO adalah membahas kondisi likuiditas bank, apakah sumber dana bank dari simpanan masyarakat mencukupi untuk pengucuran kredit yang akan dilakukan bank, serta bagaimana kebijakan suku bunga bank agar mampu mencapai target laba dan mampu mengatasi tekanan persaingan dari bank lain.

Jadi keputusan rapat ALCO yang lazimnya dilakukan setiap bulan degan pola video confrence agar semua kepala wilayah juga ikut berpartisipasi, utamanya adalah penetapan suku bunga untuk semua produk simpanan dan pinjaman dari bank tersebut untuk satu bulan berikutnya.

Nah, kalau saya tidak salah persepsi, dari obrolan mantan petinggi PLN itu terkuak bahwa ALCO di PLN pun juga mirip di bank dengan membahas aspek cashflow dari setiap wilayah dan bukan membahas apakah aset PLN berupa pembangkitan, transmisi dan distribusi telah dipelihara dengan baik agar kondisinya prima.

Baik, berikut ini sepenuhnya opini saya yang tentu saja subjektif. Pemerintah menempatkan seorang bankir di PLN tentu ada dasarnya. Mungkin karena selama ini PLN boleh dikatakan lemah pada pengelolaan keuangannya sehingga sering menderita kerugian, dinilai cocok bila dipimpin oleh figur seorang bankir.

Bukan hanya PLN yang pernah dipimpin bankir. Garuda Indonesia yang juga sering rugi beberapa kali dipimpin bankir seperti Robby Djohan atau Emirsyah Satar. Telkom pun pernah dipegang Aswin Rasyid yang juga bankir.

Tak selalu bankir yang ditempatkan di perusahaan bukan bank sebagai sebuah kekeliruan. Soalnya bankir berurusan dengan jenis industri apapun yang dibiayainya. Sebelum bank membiayai perusahaan lain tersebut pastilah bank mempelajari aspek produksi dan aspek teknis lainnya. 

Kalau betul Sofyan Basir mengabaikan aspek teknis, tentu ada pula kesalahan pejabat karir yang berasal dari orang dalam PLN, seharusnya bisa mengutarakan keberatannya.

Jadi bukan soal bankir atau tidaknya yang dipersoalkan, tapi kemampuan leadership dari pimpinan dan followership dari bawahannya yang perlu dibenahi. Gaya bos yang otoriter dan anak buah yang bergaya ABS (Asal Bapak Senang) tidak lagi cocok saat ini.

Berikutnya bagi pemerintah, perlu ada penegasan kembali, apakah PLN tetap akan dijadikan sebagai perusahaan yang tujuannya adalah mencari keuntungan atau sebagai badan khusus yang bukan mengutamakan keuntungan seperti BPJS.

Ketegasan misi PLN tersebut penting agar pemerintah mampu menempatkan orang-orang yang tepat untuk memimpin PLN. Semoga di masa depan PLN mampu mengantisipasi terjadinya blackout seperti kemarin dengan penerapan contingency plan yang efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun