Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

SOP Pencegahan Korupsi di Lingkungan BUMN, Kenapa Tidak Berjalan?

2 Oktober 2019   07:28 Diperbarui: 2 Oktober 2019   10:31 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri BUMN Rini Soemarno memberikan pengarahan dalam Seminar Peran Satuan Pengawasan Intern (SPI) BUMN di kantor KPK, Jakarta, Kamis (9/5/2019). | Sumber: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

dok. medcom.id
dok. medcom.id
Masih dari sisi internal ada lagi pengawasan oleh Dewan Komisaris yang dibantu oleh tim ahlinya yang tergabung dalam Komite Audit. Kemudian baru ada pengawasan dari pihak eksternal seperti oleh Kantor Akuntan Publik, Badan Pemeriksa Keuangan, dan pihak regulator seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan sebagainya.

Karena masih banyak terjadi kasus korupsi di lingkungan BUMN, Menteri BUMN telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE-2/MBU/07/2019 tentang Pengelolaan BUMN yang Bersih Melalui Implementasi Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Penanganan Benturan Kepentingan serta Penguatan Pengawasan Intern.

Surat Edaran tertanggal 29 Juli 2019 tersebut antara lain meminta BUMN melaksanakan Panduan Cegah Korupsi (CEK) bagi Dunia Usaha yang dikembangkan oleh KPK, menegakkan penanganan benturan kepentingan mulai dari tingkat korporat, direktorat, sampai dengan pelaksanaan tugas karyawan. 

Satuan Pengawasan Intern BUMN juga diperkuat agar efektif mengamankan investasi dan aset BUMN.

Jelaslah bahwa secara aturan main, sebetulnya tidak kurang ketentuan yang diatur dalam SOP pencegahan korupsi. Pertanyaannya, kenapa masih banyak BUMN yang berkubang kasus korupsi?

Barangkali karena terlalu banyak kepentingan yang bermain di BUMN. Stakeholder-nya mulai dari Kementerian BUMN yang berwenang melakukan penggantian pengurus (Direksi dan Komisaris), Kementerian Keuangan berkaitan dengan setoran pajak dan dividen, politisi di parlemen yang berwenang memanggil pengurus BUMN dalam rangka pengawasan, dan juga para vendor, supplier, pelanggan, karyawan, kreditur, dan sebagainya.

Maka semakin besar suatu BUMN, semakin besar pula proyek-proyeknya, dan semakin banyak pula "semut" yang mengerubungi. Godaan para semut itu sungguh kuat, apalagi kalau si semut ikut berjasa dalam kesuksesan karir pejabat BUMN tersebut.

Kalau sudah seperti itu, SOP pencegahan korupsi pun dengan berbagai cara sengaja tidak dilaksanakan. Semakin berpengalaman si pejabat, semakin halus mainnya dan tentu semakin sulit diendus. Yang terkena OTT KPK dianggap lagi apes saja, karena diduga banyak yang aman saja dan terkesan seolah-olah telah mematuhi SOP.

Pertanyaan berikutnya, kalau begitu untuk apa SOP dibuat, bila akhirnya menjadi pemanis saja? Ya, SOP mutlak perlu karena menjadi wajib bagi perusahaan masa kini. Hanya saja menjadi kurang bernyawa, bisa jadi ada kekurang-ikhlasan dalam membuatnya. 

Tanpa SOP yang komprehensif pun, BUMN sebetulnya bisa lebih baik, dengan syarat orang-orangnya punya integritas yang kuat dan tidak takut kehilangan jabatan. 

Bukan tidak takut jabatannya lepas karena ditangkap KPK, tapi tidak takut gara-gara tidak disukai mereka yang ingin menggerogoti BUMN. Padahal yang tidak menyukai itu mungkin punya pengaruh di lingkaran kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun