Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Ketika Euforia Naik MRT Mulai Menyurut

22 Juli 2019   11:07 Diperbarui: 22 Juli 2019   11:21 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka yang sudah terbiasa naik MRT lebih menyukai membeli tiket lewat mesin, dengan cara layar sentuh, memasukkan uang untuk pembayaran di slot yang tersedia dan menerima uang kembalian bila uang yang dimasukkan melebihi dari tarif yang seharusnya. Ada antrean juga di depan mesin tapi lebih cepat dalam memproses pembelian tiket.

Ternyata masih ada satu pilihan lagi untuk membeli tiket yakni membeli kartu e-money yang dijajakan seseorang yang tadinya saya kira calo tiket. Masak iya sekarang masih ada calo?

Mesin tiket (dok pribadi)
Mesin tiket (dok pribadi)
Sebetulnya MRT menerima kartu uang elektronik dari sejumlah bank, tapi hanya satu bank yang aktif menjajakan kartu, itupun di stasiun besar yang ramai penumpang seperti di Stasiun Bundaran HI. 

Tak ada salahnya membeli kartu ini karena bisa juga dipakai buat naik Transjakarta dan bayar jalan tol. Cuma saya terlanjur berpikir negatif mengira penjualnya adalah calo karena tak ada tempat mangkal dan hanya mengacungkan kartu ke arah orang yang mengantre di depan loket.

Sekarang saya sudah pegang kartu yang akan disentuhkan di pagar masuk ke peron untuk menunggu MRT. Semua lancar, kecuali kartu adik saya yang tak terbaca oleh sensor sehingga pagar tidak terbuka otomatis. Untung ada petugas yang membantu.

Kesan saya stasiun MRT sangat berwarna terutama karena neon sign dari pemasang iklan yang mendominasi penglihatan. Hal yang sama akan terlihat di sepanjang tubuh gerbong MRT baik di dinding luar ataupun dinding dalam. 

Lewat tangga ngos-ngosan bagi orang tua (dok pribadi)
Lewat tangga ngos-ngosan bagi orang tua (dok pribadi)
Terkesan pengelola MRT berhasil mengkomersilkan apa saja yang bisa dikomersilkan. Tapi untuk lorong yang amat panjang di Stasiun Bundaran HI tidak ada atau belum ada toko-toko di pinggir lorong seperti yang terlihat di MRT luar negeri. Ada beberapa gerai makanan dan mini market di dekat loket pembelian tiket, namun kelihatannya sepi pembeli. 

Papan informasi elektronik tentang jadwal kedatangan dan keberangkatan di peron stasiun dan juga informasi stasiun yang dilewati di dalam gerbong di atas pintu keluar, sangat membantu penumpang.

Dari pengumuman jadwal terlihat bahwa interval keberangkatan MRT dari Bundaran HI ke Lebak Bulus adalah setiap 10 menit. Cukup enak karena tak perlu menunggu lama kalaupun ketinggalan kereta yang baru berangkat.

Lorong panjang di Stasiun Bundaran HI (dok pribadi)
Lorong panjang di Stasiun Bundaran HI (dok pribadi)
Saat saya masuk gerbong, penumpang tidak sesak sehingga semua kebagian bangku yang menempel ke dua sisi dinding sehingga penumpang sisi kiri berhadapan dengan penumpang sisi kanan.

Saya betul-betul menikmati kenyamanan dan kecepatan MRT, juga suara pengumuman yang diatur secara otomatis. Stasiun yang saya lewati adalah Dukuh Atas, Setiabudi, Benhil, Istora, Senayan, Asean, dan Blok M tempat destinasi tujuan saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun