Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kawasan Pecinan Padang, Surga Kuliner Malam

14 Juli 2019   15:12 Diperbarui: 14 Juli 2019   15:18 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada kawasan pecinan di Kota Padang, yang bagi pemburu kuliner perlu disambangi pada sore sampai malam hari. Kawasan ini sering juga disebut Simpang Kinol karena dulu ada Apotik Kinol di salah satu sudut persimpangannya yang mempertemukan Jalan Pondok, Jalan Tepi Pasang, Jalan Imam Bonjol dan Jalan Niaga.

Namun sejak beberapa tahun terakhir ini, kawasan yang berkembang menjadi surga kuliner malam di Padang tersebut makin meluas ke jalan lain yang merupakan terusan atau pecahan dari empat jalan di atas, seperti Jalan Pulau Karam dan Jalan Cokroaminoto, tempat bertebarannya beberapa restoran yang menyajikan menu andalannya berupa es durian.

Dua restoran yang sekarang bersaing keras sebagai yang paling top khususnya untuk menu es durian adalah Es Durian Iko Gantinyo di Jalan Pulau Karam dan Es Durian Ganti Nan Lamo di Jalan Cokroaminoto.

Sewaktu saya lagi berada di Padang, Jumat malam (5/7/2019) yang lalu, saya sempat menjajal salah satu dari dua restoran di atas. Ternyata betul juga, sekitar jam 7 malam sampai jam 10 malam, banyak pengunjung yang berdatangan ke kawasan ini yang membuat relatif sulit untuk mencari tempat parkir bagi yang datang dengan kendaraan roda empat. 

Banyak juga pengunjung yang berasal dari luar kota Padang, terutama mereka yang tengah berlibur, yang terdengar dari dialek mereka saat mengobrol sesamanya. Saya sempat mendengar obrolan pakai lu-gua gaya anak Jakarta dari meja di seberang saya. 

Saya menikmati suasana yang nyaman karena restorannya berukuran besar dan dekorasi bernuansa kekinian. Kendati yang paling top adalah es durian yang tersedia dalam beberapa pilihan, jika pengunjung berniat untuk makan malam sekalian, juga tersedia Sate, Soto, Gado-gado (semuanya ala Padang), dan berbagai jenis makanan lainnya, tapi bukan menu seperti yang ada di Rumah Makan Padang.

Aneka es durian (dok. travelingyuk.com)
Aneka es durian (dok. travelingyuk.com)

Di situlah perbedaan rumah makan, restoran, dan bopet dalam istilah kuliner orang Minang. Rumah makan menyediakan nasi dengan aneka lauknya, restoran lebih banyak ke makanan selain nasi beserta aneka minuman, sedangkan bopet untuk menyediakan makanan kecil (snack), aneka bubur dan minuman kopi atau teh, termasuk teh telor yang merupakan minuman khas Minang.

Saya yang memang lagi lapar, memesan Soto Padang dengan nasi terpisah dan tentu saja es durian yang dicampur dengan potongan buah-buahan lain, mirip es campur di Jakarta tapi ditambah dengan durian.

Mungkin karena sudah lama tinggal di Jakarta, saya merasa kepedasan saat makan soto, yang sambalnya langsung dicemplungkan ke dalam mangkok. Tapi bisa jadi ini bagian dari strategi pengelola restoran, bila pengunjung kepedasan tentu akan memesan minuman es.

Menurut saya, untuk makanan seperti soto, sate atau gado-gado yang disediakan di restoran tersebut tidak terlalu istimewa, ada tempat lain di Padang yang lebih enak. Tapi untuk es duriannya, memang di kawasan pecinan itu yang paling maknyus.

Parkiran penuh di waktu malam (dok pribadi)
Parkiran penuh di waktu malam (dok pribadi)

Meskipun di kawasan pecinan, saudara-saudara kita yang berdarah Tionghoa tersebut tidaklah banyak yang menjual chinese food seperti bakmi dan kwetiau, melainkan aneka makanan khas Padang. Termasuk yang membuka rumah makan di Jalan Pondok, bumbu masakan Padangnya nendang banget, seperti yang dulu pernah saya coba.

Pusat oleh-oleh makanan tradisional Padang, khususnya kripik balado, yang sekarang merajai adalah Christine Hakim, seorang wanita berdarah Tionghoa juga, kebetulan namanya sama dengan nama bintang film legendaris. Toko oleh-oleh Christine Hakim ini berdiri di kawasan pecinan, tapi sekarang membuka toko besar di jalan raya Padang-Bukittinggi tak jauh sebelum memasuki belokan ke Bandara Internasional Minangkabau.

Artinya, yang ingin saya angkat, betapa masyarakat berdarah Tionghoa di Padang pada khususnya dan di Sumbar pada umumnya (di kota Bukittinggi dan Payakumbuh juga punya kawasan pecinan yang dalam bahasa Minang disebut Kampuang Cino), telah membaur dengan baik dengan budaya masyarakat Minang, termasuk dalam bidang makanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun