Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Warga Sumbar Belum "Move On", Minta Sandiaga Jadi Cagub

12 Juli 2019   07:37 Diperbarui: 12 Juli 2019   07:50 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : tribunnews.com

Pasangan Prabowo-Sandi menang telak di Sumbar, ini tentu telah sama-sama kita ketahui. Namun hal itu tak banyak menolong karena secara nasional perolehan suaranya kalah dari Jokowi-Ma'ruf. Tapi ternyata warga Sumbar masih kesengsem dan belum bisa move on, bukan dengan Prabowo, tapi dengan Sandiaga Uno. 

Buktinya, di beberapa tempat di kota Padang terpasang spanduk bertuliskan dukungan bagi Sandiaga untuk maju di pilgub Sumbar yang akan digelar tahun 2020 mendatang. Gubernur saat ini, Irwan Prayitno, sudah tidak mungkin maju lagi karena menjadi gubernur selama dua periode.

Sandi bukanlah orang Minang, tapi kiprahnya selama ini, baik sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta dan berlanjut dengan aksinya selama kampanye pilpres yang lalu, mencuri hati urang awak, sehingga ada sebagian masyarakat Sumbar yang menginginkan dipimpin oleh Sandi.

"Ini menandakan masyarakat Sumbar masih menginginkan Bang Sandi menjadi pemimpin. Bisa jadi mereka berpikir kalau di pusat tidak membutuhkan Bang Sandi, biarlah orang Sumbar dipimpin Bang Sandi," kata Desrio Putra, Sekretaris DPD Gerindra Sumbar, menanggapi adanya spanduk tersebut (tribunnews.com 9/7/2019).

Memang masih perlu dilihat seberapa kuat desakan masyarakat Sumbar untuk pencalonan Sandi. Menanggapi hal tersebut, Sandi sendiri belum bisa memastikan apakah akan maju atau tidak. Ia hanya berkomentar pendek, "Pilkada 2020 adalah untuk putra putri terbaik daerah", seperti yang juga diberitakan tribunnews.com di atas.

Terlalu pagi untuk berkomentar lebih jauh tentang prospek Sandi mengadu peruntungannya di Ranah Minang. Soalnya harus jelas dulu parpol mana yang akan mengusung, kemudian Sandiaga apakah akan menerima pinangan itu, dan terakhir apakah akan mampu memenangkan pilgub bila lawannya adalah putra daerah yang lebih menguasai medan. 

Terlepas dari itu, satu hal yang menarik untuk diangkat, wacana mendatangkan pemimpin dari luar daerah dan bukan perantau yang diminta pulang kampung, sebetulnya sesuatu yang positif dari aspek wawasan ke-Indonesia-an.

Soalnya, setelah tumbangnya Orde Baru, praktis isu soal putra daerah menjadi hal yang krusial pada setiap pilkada di daerah manapun, selain di DKI Jakarta karena etnis Betawi tidak lagi menjadi mayoritas. Sepertinya hanya mimpi bila ada yang bukan putra daerah, meskipun punya segudang prestasi, untuk menjadi pemimpin di daerah lain.

Pada era Soeharto, banyak provinsi yang gubernurnya bukan putra daerah. Sayangnya pola yang diterapkan Soeharto gampang terbaca, karena yang ditunjuk jadi gubernur rata-rata berlatar belakang militer, sebagian besar berasal dari Jawa, namun sebelumnya telah mengenal daerah yang akan dipimpinnya sewaktu masih bertugas di kemiliteran. 

Tapi untuk kasus Sumbar, dari dulupun selalu dipegang oleh pemimpin putra daerah atau dari kalangan perantau yang berdarah Minang. Sedangkan provinsi tetangganya, Riau dan Jambi, selama Orde Baru sering dipimpin oleh bukan putra daerah. 

Boleh-boleh saja kalau ada yang menafsirkan Sumbar tidak kekurangan orang yang kompeten buat jadi pemimpin. Soalnya selama  era pergerakan merebut kemerdekaan dulu, banyak pahlawan nasional yang berasal dari Minang. Setelah merdeka pun ada saja menteri yang berdarah Minang di setiap pembentukan kabinet.

Maka tentu menarik bila sesekali diberi kesempatan putra terbaik yang bukan putra daerah untuk memimpin Sumbar. Siapa tahu dengan memakai "kacamata" lain, hasilnya akan lebih bagus, mungkin akan ada gebrakan menerobos hal yang selama ini sulit dilakukan.

Sebagai contoh, salah satu kendala di Sumbar adalah sulitnya membebaskan lahan untuk membangun suatu proyek, karena berhadapan dengan tanah ulayat yang kepemilikannya diatur secara adat.

Jangan berpikiran kalau Sumbar dipimpin oleh orang luar, artinya terdapat penurunan mutu orang Minang. Toh, sebaliknya, perantau Minang yang sukses bisa saja jadi pemimpin di tempat perantauannya. Dengan adanya "saling pertukaran kepala daerah" diharapkan wawasan kebangsaan semakin tumbuh di masyarakat kita. 

Namun hal itu menuntut terkikisnya ketimpangan mutu sumber daya manusia antar provinsi. Sebagai contoh, untuk saat ini agaknya sulit memberi kesempatan yang bukan orang Papua untuk menjadi gubernur di provinsi Papua atau Papua Barat. 

Padahal sekadar berandai-andai, bila Papua dipimpin orang Batak atau orang Manado, mungkin lebih bagus hasilnya. Tapi masalahnya, orang Papua sendiri akan terpinggirkan, karena untuk bersaing di luar Papua, tampaknya masih berat.

Jadi memang harus dilihat kasus per kasus sesuai karakteristik suatu daerah dan kemampuan bersaing sumber daya manusianya di level nasional. 

Untuk Pulau Jawa sepertinya tak ada masalah. Ingin juga melihat bagaimana kalau sesekali gubernur Jabar bukan orang Sunda dan gubernur Jatim atau Jateng bukan orang Jawa. Tapi khusus untuk Daerah Istimewa Yogyakarta tentu tidak mungkin karena sudah diatur tersendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun